• sekretariat@walhiriau.or.id
  • Home
  • Isu Kita
    • Bencana Ekologis
    • Energi
    • Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
    • Perkotaan
    • Keadilan Iklim
    • Hutan dan Kebun
    • Kejahatan Lingkungan
  • Form Pengaduan Rakyat
  • Tentang Kami
    • Organisasi Anggota
    • Eksekutif Daerah
    • Dewan Daerah
  • id ID
    • en EN
    • id ID
No Result
View All Result
WALHI Riau
No Result
View All Result
Home News & Updates

Rampas, Sebuah Potret Buruk Perizinan Kebun Kayu

WALHIRiau25 by WALHIRiau25
October 5, 2020
in News & Updates, Siaran Pers
0
0
SHARES
0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta, 4 Oktober 2020 –  Hutan Tanaman Industri (HTI), sebuah framing diksi untuk kegiatan industri esktraktif yang seolah ramah lingkungan. Aktivitas industri ini malah mengalih-fungsikan hutan alam menjadi kebun kayu monokultur skala besar. Seharusnya, HTI tidak patut dipersamakan dengan hutan. Walaupun lokasinya berada di kawasan hutan dan sama-sama terlihat hijau jika dipotret dari ketinggian. Hutan Tanaman Industri, bagaimana pun tetap saja kebun kayu. Siklus operasinya adalah menebang hutan alam, menanam kayu monokultur, tebang, tanam, tebang lagi, begitu seterusnya. Siklus ini hanya sekadar melayani kebutuhan bahan baku industri pulp and paper. Dan bukan melayani kebutuhan masyarakat sekitar.

Related Posts

Tunjuk Ajar Lingkungan Hidup 2025 Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia: Menggaungkan Isu Krisis Ekologis Melalui Film dan Seminar Publik

Seruan Pulihkan Sungai Siak di Hari Lingkungan Hidup 2025

WALHI Riau Serukan Evaluasi Izin-Izin Tambang pada Momentum Hari Anti Tambang

Lindungi Pulau Rupat: Usulan Masyarakat Desa Suka Damai Memasuki Tahap Vertek Perhutanan Sosial

Kegiatan industri kebun kayu telah meluluhlantahkan hutan alam dan tatanan kehidupan lokal, khususnya masyarakat adat, di banyak sekali tempat. Legalitas kegiatan tersebut, berasal dari beberapa lembar kertas yang ditandatangani menteri. Itulah yang kemudian menjadi legalitas perusahaan untuk menggusur, merampas, dan menggerakkkan hukum secara represif dengan mengkriminalisasi masyarakat. Salah satu contohnya terjadi di Riau. Di sana terdapat konflik berkepanjangan antara Masyarakat Adat Sakai vs PT. Arara Abadi. Konflik ini sudah terjadi sejak tahun 1996 dan masing berlangsung sampai saat ini. Dan film singkat bertajuk Rampas (2020) ini, coba memotret praktik buruk industri kebun kayu. Terutama dalam menghancurkan keanakaragaman hayati dan daulat masyarakat adat Sakai.

“Bagi WALHI, film ini menjadi alat untuk mengingatkan negara dan publik bahwa janji manis investasi ternyata berbuah pahit bagi masyarakat adat Sakai. Janji kebijakan korektif sektor kehutanan tidak sampai di wilayah adat Sakai, bahkan terhadap masyarakat adat dan lokal lainnya” sebut Nur Hidayati, Direktur WALHI.

Dominasi perizinan kebun kayu atas kawasan hutan Indonesia dapat dilihat dari luas areal kerjanya. Kini sudah mencapai sekitar 11 juta hektar. Luas izin kebun kayu ini, setara dengan 20 kali luas Pulau Bali atau setara dengan 154 kali luas Negara Singapura. Dominasinya terhadap kawasan hutan, menempati posisi kedua setelah perizinan Hak Pengusahaan Hutan (tebang kayu alam).

Luas perizinan kebun kayu meninggalkan jauh capaian akses legal rakyat di kawasan hutan. Terhitung sejak 24 Juni 2020, capaian implementasi kebijakan atau program perhutanan sosial hanya mencapai 4.194.689 hektar. Apabila dibandingkan dengan total penguasaaan korporasi atas kawasan hutan Indonesia, angka capaian perhutanan sosial jauh tertinggal. Sebab saat ini sekitar 33.448.501, 37 hektar telah dibebankan perizinan.

“Dominasi penguasaan kawasan hutan Indonesia oleh korporasi merupakan akar persoalan langgengnya konflik dan hilangnya tutupan hutan Indonesia. Fakta ketimpangan ini diakui secara tegas oleh negara dalam konsideran TAP MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Sayangnya, solusi menyelesaikan persoalan ini malah dilakukan dengan cara mendorong pengesahaan RUU Cipta Kerja omnibus law. RUU yang secara substansi malah melanggengkan dominasi korporasi dan menaruh lingkungan hidup Indonesia dalam ancaman kehancuran,” tutup Nur Hidayati.

Narahubung:

  • Ode Rakhman (081356208763)
  • Even Sembiring (085271897255)
Tags: filmHTIkejahatanlingkunganRampasruang hidupwilayah kelola
Next Post

Tim GTRA Jadi Modal Untuk Penyelesaian Konflik di Kabupaten Siak

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel lain

Utama

Penertiban TNTN: Harus Menyasar Pebisnis Besar Terlebih Dahulu dan Perhatikan Aspek Pemulihan!

by WALHIRiau25
July 9, 2025
0

Siaran Pers BersamaWALHI Riau dan YLBHI-LBH Pekanbaru Rabu, 25 Juni 2025—Upaya penertiban kawasan hutan oleh Tim Satuan Tugas Penertiban Kawasan...

Read more

Penertiban TNTN: Harus Menyasar Pebisnis Besar Terlebih Dahulu dan Perhatikan Aspek Pemulihan!

Tunjuk Ajar Lingkungan Hidup 2025 Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia: Menggaungkan Isu Krisis Ekologis Melalui Film dan Seminar Publik

Seruan Pulihkan Sungai Siak di Hari Lingkungan Hidup 2025

WALHI Riau Serukan Evaluasi Izin-Izin Tambang pada Momentum Hari Anti Tambang

WALHI Riau Mengajukan Amicus Curiae, Dorong Bank Bertanggung Jawab atas Kerusakan Lingkungan-HAM

Lindungi Pulau Rupat: Usulan Masyarakat Desa Suka Damai Memasuki Tahap Vertek Perhutanan Sosial

Load More

[]


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) RIau “Mewujudkan Riau Adil dan Lestari Berlandaskan Nilai Keadilan Ekologis”

© WALHI Riau 2025

  • Home
  • Isu Kita
  • Form Pengaduan Rakyat
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
  • Home
  • Isu Kita
    • Bencana Ekologis
    • Energi
    • Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
    • Perkotaan
    • Keadilan Iklim
    • Hutan dan Kebun
    • Kejahatan Lingkungan
  • Form Pengaduan Rakyat
  • Tentang Kami
    • Organisasi Anggota
    • Eksekutif Daerah
    • Dewan Daerah

© 2025 WALHI Riau