Pekanbaru – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau mendesak aparat penegak hukum berlaku adil dalam menindak kasus kebakaran lahan yang menyebabkan bencana asap di Riau. Sejauh ini polisi baru menetapkan satu tersangka dari korporasi, yakni PT Nasional Sago Prima di Meranti. Sedangkan 110 tersangka lainnya kebanyakan dari golongan masyarakat dan pengusaha kecil.
“Kita melihat penegak hukum tidak paham akar persoalan sehingga masyarakat yang banyak jadi tersangka. Seharusnya perusahaan yang ditangkap,” kata Direktur Eksekutif Walhi Riau Riko Kurniawan kepada Tempo, Kamis, 3 April 2014.
Menurut Riko, seharusnya penegak hukum lebih memfokuskan penindakan di lahan konsesi perusahaan. Sebab, kata dia, telah terjadi kelalaian dari perusahaan dalam menjaga lahan konsesi yang kebanyakan lahan gambut.
Riko menambahkan, bencana asap di Riau besar kemungkinan disebabkan lahan konsesi perusahaan yang terbakar. Menurut catatan Walhi, 2 juta hektare lahan gambut di Riau kebanyakan dikuasai oleh korporasi, yakni 1,7 juta hektare. Sisanya, 300 hektare, dikelola masyarakat.
“Sangat kecil dampak yang disebabkan masyarakat terhadap gambut terbakar ini. Penyebab terbesarnya dari lahan perusahaan,” kata Riko.
Ia mengatakan, meski polisi sudah menetapkan 110 tersangka, persoalan bencana asap tidak akan terselesaikan. Ia berharap penindakan hukum tidak tebang pilih dalam menuntaskan persoalan kabut asap ini. “Tidak ada hal baru yang dilakukan polisi pada tahun ini,” katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Riau Ajun Komisaris Besar Guntur Aryo Tejo mengatakan kepolisian masih menyelidiki perusahaan yang terindikasi membakar lahan. Menurut dia, butuh waktu dan proses yang panjang menyelidiki penyebab kebakaran lahan di konsesi. Sebab, dalam penyelidikan ini, pihak kepolisian perlu berkoordinasi dengan tim ahli gambut untuk menganalisis penyebab kebakaran.
“Tidak mudah, kita butuh waktu, harus ada saksi ahli untuk penyelidikan,” katanya kepada Tempo. Dalam hal ini, kata dia, kepolisian melakukan penyelidikan dibantu penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup, serta penyidik dari Kabareskrim Mabes Polri dan dua saksi ahli dari Institut Pertanian Bogor.
Sumber: Tempo.co