Catatan Diskusi Peluncuran Kajian
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau
Batam, 9 Juli 2023-WALHI Riau meluncurkan satu kajian terkait situasi dan sejarah konflik Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pulau Rempang. Kajian ini diberi judul “Kronik PSN Rempang Eco-City, Kontroversi Investasi Tiongkok, dan Resistensi Masyarakat Rempang.” Peluncurannya dilangsungkan di Batam pada 8 Juli 2024 bersama perwakilan masyarakat dari Kampung Melayu Tua yang dijadikan lokasi tahap I PSN Rempang Eco-City. Paparan hasil kajian dilakukan oleh Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau bersama Rosni, perempuan pejuang asal Kampung Melayu Tua, Pulau Rempang.
Even Sembiring memaparkan hal yang dimuat kajian tersebut. Pertama, Pulau Rempang bukan pulau kosong. Hal ini dibuktikan dengan paparan sejarah Rempang sebelum kemerdekaan hingga integrasinya menjadi bagian Indonesia. Ancaman terhadap Rempang terjadi pasca Keputusan Presiden (Keppres) No. 28/1992 yang menambahkan Rempang sebagai bagian wilayah lingkungan kerja daerah industri Pulau Batam. Kedua, terkait transformasi proyek pengembangan Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE) Pulau Rempang menjadi proyek Rempang Eco-city yang selanjutnya ditetapkan sebagai salah satu PSN. Perubahan nama ini juga berkonsekuensi pada perubahan master plan dan insentif kepada proyek ini. Sebelumnya, KWTE hanya fokus pada proyek pengembangan pariwisata dan pasca perubahan nama bertambah dengan rencana pengembangan kota baru, pembangunan pabrik kaca dan solar panerl. Ketiga, relasi dan sejarah proyek Rempang Eco-city dan investasi Xinyi, perusahaan asal Tiongkok. WALHI Riau menduga janji investasi pembangunan pabrik kaca dan solar panel dengan nilai US$ 11,5 miliar setara Rp 173,6 triliun menjadi dasar menambahkan proyek ini sebagai PSN melalui Permenko Ekuin Nomor 7/2023. Bagian ini juga menjelaskan banyak kebohongan terkait investasi Xinyi, dari penyebutannya sebagai perusahaan kaca terbesar nomor dua di dunia hingga kekagagalan Xinyie menjalanan proyek di Bangka Selatan, Gresik, dan Kanada. Keempat, cerita represif di balik PSN Rempang Eco-City. Proses sosialisasi, upaya kriminalisasi, represifitas di peristiwa tanggal 7 September yang mengubah Rempang layaknya daerah operasi militer, bualan tentang AMDAL, dan data saling bantah data relokasi. Kelima, perubahan sikap masyarakat. Dari awalnya sekedar menolak relokasi dan meminta ganti rugi yang adil berubah menjadi penolakan terhadap PSN Rempang Eco-City.
“Dari data KK yang dikumpulkan masyarakat sebelum 7 September 2023, ditemukan perbedaan data masyarakat dengan BP Batam. Kami perkirakan hanya sekitar 20 persen KK yang menyetujui relokasi di lokasi rencana pembangunan tahap I. Masyarakat yang setuju juga diantaranya adalah ASN, pegawai PT MEG, BP Batam, atau pendatang yang sebenarnya tidak mempunyai tanah di Rempang,” tambah Rosni secara singkat melengkapi hasil kajian WALHI.
Pasca paparan ini, Romo Paschal yang memoderatori kegiatan memberi kesempatan kepada tiga orang penanggap. Sopandi, advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang; Iwan Nurdin, Majelis Pakar Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan Dwi Sawung dari Eksekutif Nasional WALHI.
Sopandi dalam kesempatan pemberian tanggapan menguraikan adanya relasi aksi solidaritas pada 11 September 2023 dengan tuntutan peserta aksi untuk membebaskan masayrakat Rempang yang ditangkap pada peristiwa 7 September 2023. Selanjutnya, ia menjelaskan proses penegakan hukum sama sekali tidak memperhatikan ada perjuangan masyarakat mempertahankan haknya dalam peristiwa 7 dan 11 September 2023. Selain itu, upaya yang dilakukan oleh Tim Hukum mendapat tekanan dari Menteri Bahlil yang meminta peristiwa ini tidak dapat diselesaikan dengan skema restorative justice. Tim juga menemukan kejanggalan dari proses praperadilan hingga proses perkara pokok. Ada pertimbangan yang membingungkan di praperadilan dan ada pengakuan dadakan oleh para terdakwa, walaupun di proses peradilan tidak ada bukti yang menunjukkan mereka melakukan perusakan.
Iwan Nurdin dalam tanggapan menjelaskan tentang adanya keinginan negara pasca kemerdekaan untuk menjadi motor pembangunan. Hal ini yang melahirkan konsep hak pengelolaan, hak yang diturunkan dari konsep yang disebut sebagai hak menguasai negara yang tujuannya untuk kemakmuran rakyat. Konsep hak pengelolaan ini seharusnya diberikan kepada pemerintah daerah dan masyarakat adat. Belakangan, hak ini disalahgunakan dengan pemberian kepada badan publik yang bersifat bisnis, yang bentuknya dalam model badan otorita dan sejenisnya. Hal ini yang mengakibatkan diabaikannya hak masyarakat adat dan lainnya. Model penentuan tanah sebagai tanah negara dan kawasan hutan memperburuk situasi ini. Hak pengelolaan semakin semakin diselewengkan pasca UU Cipta Kerja, dimana hak pengelolaan diperlonggar untuk entitas bisnis. Keunikan di Rempang, ada pemberian insentif berlebih di Batam, dimana lokasi yang sudah ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus ditambah label proyek strategis negara. Kondisi ini memudahkan perampasan dan ambil alih tanah atau secara lebih cepat dan murah. Penamaan eco-city juga seolah melabelkan proyek ini ramah lingkungan. Konsekuensi apabila proyek ini terus dibiarkan berjalan, pasar akan dengan mudah memboikot produk dari lokasi ini. Kriminalisasi merupakan uji awal dalam proses perampasan tanah. Hal ini akan diikuti dengan intimidasi preman dan pecah belah dengan uang serta lainnya. Pada bagian akhir, masyarakat dibuat bosan dengan perjuangannya. Apabila seluruh fase dilewati, masyarakat perlahan akan berjumpa dengan kemenangannya.
Dwi Sawung dalam tanggapannya menjelaskan Tiongkok secara perlahan berposisi sebagai investor nomor dua terbesar di Indonesia. Sejak 2014, perlahan jumlah investasi naik secara signifikan. Banyak proyek Tiongkok di Indonesia berkedok alih teknologi, namun pada prinsipnya proyeknya tersebut hanya bisnis ekstraksi biasa. Investasi Tiongkok pada umumnya tidak diawali riset awal, tidak menaruh standar lingkungan, masalah sosial, kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan, dan keselamatan lingkungan sebagai aspek penting. Bagi mayoritas investor Tiongkok, persetujuan penguasa atau pemerintah sudah cukup untuk memastikan proyek berjalan. Beberapa investasi Tiongkok di Indonesia mempunyai kesamaan dengan proyek yang sedang direncanakan di Rempang.
Pasca tanggapan ketiganya, beberapa masyarakat asal Rempang dan perwakilan LBH Mawar Saron menyampaikan pesannya terkait PSN Rempang Eco-city. Pesan tersebut terkait (1) kekecewaan terhadap BP Batam; (2) orang Rempang yang sudah ratusan tahun tinggal di sana hanya dianggap penting ketika kontestasi politik, (3) pengakuan konstitusi terhadap posisi masyarakat adat dan ketiadaan pengakuan terhadap masyarakat adat membuat investasi abai untuk memastikan seluruh sumber daya alam dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat; (5) masyarakat yang tidak tenang karena kondisi saat ini; (6) ancaman PSN yang akan menggusur masyarakat Rempang berpotensi mengakibatkan gangguan pasokan pangan di Batam; dan (7) permintaan untuk membuka data persetujuan relokasi dan kepastian datanya.
Kajian yang disusun WALHI Riau menghasilkan empat rekomendasi, yaitu:
Presiden Joko Widodo di sisa masa jabatannya untuk memenuhi janji politiknya ketika berkampanye pada 6 April 2019 di Kompleks Stadion Temenggung Abdul Jamal, Kota Batam, pada 6 April 2019. Janji untuk melakukan sertifikasi kampung tua di Kota Batam, dan Pulau Rempang merupakan salah satu daerah yang masuk dalam lingkup janji tersebut;
Presiden Joko Widodo atau Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk menyelesaikan konflik agraria dan sumber daya alam akibat kebijakan PSN Rempang Eco-City melalui skema dan prinsip yang ditentukan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX/MPR/2001 Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan melakukan:
evaluasi PSN Rempang Eco-City dengan mengkaji ulang berbagai peraturan perundang-undangan dan seluruh instrumen kebijakan yang menjadi akar masalah konflik agraria dan sumber daya alam yang terjadi akibat proyek tersebut;
mengakselerasi legalisasi, penataan kembali penguasaan dan pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan di Pulau Rempang dengan memprioritaskan kepemilikan tanah untuk masyarakat adat dan tempatan Pulau Rempang;
perlindungan dan pemulihan ekosistem laut sekaligus wilayah tangkap nelayan tradisional Pulau Rempang dengan pemberian intensif teknologi ramah lingkungan; dan
evaluasi dan pengkajian ulang kelembagaan Badan Pengusahaan Batam sebagai kelembagaan utama yang mengakibatkan eskalasi konflik agraria dan sumber daya alam di Kota Batam dan Provinsi Kepulauan Riau.
Komnas HAM menindaklanjuti rekomendasinya kepada Kepala Kepolisian RI untuk:
menindaklanjuti temuan dan fakta dugaan pelanggaran HAM pada peristiwa 7 September 2023, terkait tembakan gas air mata yang serampangan dan penggunaan kekuatan berlebih;
melakukan menjatuhkan hukuman etik atau disiplin serta penegakan hukum pidana terhadap seluruh personel Polri yang terlibat dalam peristiwa 7 dan 11 September 2023; dan
memastikan Polri tidak lagi terlibat, melakukan intimidasi, atau menggunakan kekuatan berlebih dalam upaya masyarakat adat dan tempatan Rempang mempertahankan haknya dari ancaman PSN Rempang Eco-City.
Ombudsman RI untuk mengkomunikasikan dan memastikan tindak lanjut atas rekomendasinya kepada BP Batam, Menteri Investasi/BKPM, Pemerintah Kota Batam, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, dan Kepolisian Negara RI. Pihak-pihak tersebut harus dipastikan melakukan evaluasi terhadap PSN Rempang Eco-City dan memastikan tindakan maladministrasi tersebut dikoreksi dan dijadikan dasar membatalkan seluruh proses yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Diskusi lengkap Peluncuran Kajian WALHI Riau dapat dilihat di YouTube
Silahkan klik link berikut untuk mengunduh Kajian lengkap WALHI Riau yaitu, Kronik PSN Rempang Eco-City, Kontroversi Investasi Tiongkok, dan Resistensi Masyarakat Rempang