Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau
Pekanbaru, 30 Mei 2022— Hari Anti Tambang (HATAM) diperingati setiap tanggal 29 Mei. Hari peringatan ini ditetapkan sejak 29 Mei 2010 pada Pertemuan Nasional JATAM. Tanggal ini dipilih karena 29 Mei adalah hari pertama terjadinya semburan lumpur Lapindo pada 2006 silam. Pada peringatan HATAM tahun ini, WALHI Riau menyerukan pernyataan penolakan terhadap keberadaan tambang yang memiliki daya rusak terhadap ekosistem dan sumber penghidupan manusia. Salah satunya ialah keberadaan tambang pasir laut di Pulau Rupat yang saat ini masih menjadi ancaman bagi masyarakat di Pulau Rupat.
Darwis Jon Viker, Dewan Daerah WALHI Riau, mengatakan bahwa aktivitas industri ekstraktif seperti pertambangan sudah tentu menimbulkan dampak bagi lingkungan. Kata Darwis, “setiap ada pertambangan di situ pasti ada dampak yang mengakibatkan berubahnya bentang alam dan menurunnya fungsi ekologis di tempat pertambangan itu. Contohnya sudah banyak. Di Riau sendiri ada pertambangan batubara, galian c, dan lain-lain yang kini mengancam wilayah hutan dan bantaran sungai. Bahkan di laut pun terdapat pertambangan pasir laut, seperti yang ada di Pulau Rupat.”
Eko Yunanda, Manajer Pengorganisasian dan Keadilan Iklim WALHI Riau, menyampaikan pentingnya kesadaran bersama, terutama dari sisi pemerintah untuk mulai mengurangi pemberian perizinan di bidang pertambangan. “Pemerintah juga seharusnya menindak tegas perusahaan yang jelas-jelas telah menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat. Tindakan tegas itu dapat berupa pencabutan izin usaha pertambangan. Sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat Pulau Rupat terhadap PT Logomas Utama, sebuah perusahaan tambang pasir laut yang memiliki konsesi di perairan Pulau Rupat,” ujar Eko.
Keberadaan aktivitas tambang pasir laut PT Logomas Utama yang beberapa waktu lalu beroperasi di wilayah perairan Pulau Rupat telah menyebabkan hilangnya sumber mata pencaharian para nelayan di Desa Suka Damai dan Desa Titi Akar, Pulau Rupat. Kata Darwis, “Seharusnya sebelum memberikan izin kepada perusahaan yang akan menambang di suatu wilayah dilakukan proses AMDAL yang benar-benar menerapkan prinsip FPIC, sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dan ikut menentukan apakah suatu pertambangan layak atau tidak.”
Eko menyampaikan bahwa WALHI Riau akan terus menuntut pemerintah untuk segera menghentikan tambang pasir laut di Pulau Rupat. Penghentian itu harus dibuktikan dengan pencabutan Izin Usaha Pertambangan milik PT Logomas Utama. Pemerintah juga seharusnya tidak memberi izin lagi kepada perusahaan lain yang ingin menambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan dan lokasi-lokasi lain yang berpotensi merusak bentang alam.
Narahubung:
Eko Yunanda (081276552376)