Siaran Pers Eyes on the Forest, 30 Mei 2022
PEKANBARU – Koalisi Eyes on the Forest mengapresiasi tindakan cepat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam kantor Riau dalam menangani kematian gajah sumatera (maximus elephas sumatranus) di konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan mulai melakukan penyidikan kematian yang belum diketahui motifnya.
Kematian gajah betina yang diduga berusia 25 tahun dan akan melahirkan menjadi berita miris pekan ini dimana menurut BBKSDA, kejadian bermula pada penemuan gajah mati mengenaskan pada 25 Mei 2022 di konsesi HTI PT. Riau Abadi Lestari di Bengkalis. Konsesi PT RAL berdekatan dengan konsesi-konsesi APP lainnya seperti PT Arara Abadi (Duri – Resort Sebanga Melibur) dan PT Arara Abadi (Duri – Resort Gelombang Rasau Kuning).
Koalisi EoF mempertanyakan kesiapan mitigasi konflik manusia – satwa oleh pemegang izin konsesi HTI –dalam hal ini grup APP/Sinar Mas Group– insiden kematian di dalam konsesi HTI menunjukkan kurangnya pengawasan oleh pihak perusahaan terhadap praktek ilegal di dalam dan sekitar konsesi mereka.
“Jika perusahaan konsisten melakukan patrol bersama, tentu kematian gajah tidak akan banyak seperti ini,” ujar Nursamsu, pimpinan koalisi.
“KLHK perlu cabut izin HTI yang telah membunuh satwa dilindungi, terlepas sengaja ataupun lalai. Kematian satwa dilindungi sama saja membunuh kehidupan makhluk hidup. Ini kejahatan terhadap makhluk hidup!” kata Made Ali, koordinator Jikalahari.
Plt Kepala Balai Besar KSDA Riau, Fifin Arfiana Jogasara, mengatakan penyebab kematian gajah sumatera belum dapat dipastikan, akan tetapi dari mulut dan anus gajah mengeluarkan darah. Saat dilakukan nekropsi diketahui bahwa gajah dalam kondisi mengandung dan akan segera melahirkan anaknya, demikian dalam Siaran Pers BBKSDA Riau, 26 Mei 2022.
Dugaan Kapolres Bengkalis bahwa kematian gajah akibat diracun[i] menambah panjang catatan kematian satwa langka yang tragis di konsesi kehutanan dan perkebunan di Provinsi Riau beberapa tahun terakhir.
Blok hutan Lansekap Giam Siak Kecil seluas 888.965 hektar dimana Suaka Margasatwa GSK berada dan tujuh konsesi HTI anak perusahaan APP grup berlokasi. Pemasok HTI tersebut adalah PT Arara Abadi, PT Balai Kayang Mandiri, PT Bukit Batu Hutani Alam, PT Riau Abadi Lestari, PT Rimba Mandau Lestari, PT Satria Perkasa Agung dan PT Sekato Pratama Makmur. Total luas konsesi APP grup di blok GSK seluas 287.204 hektar.[ii]
Keberadaan perusahaan kehutanan dalam habitat gajah Sumatera cukup signifikan karena itu mereka memiliki tanggungjawab besar melindungi gajah dari kejahatan satwa yang terjadi di konsesi dan sekitarnya. Dalam Surat Edaran Dirjen KSDAE nomor 7/KKH/KSDAE/KSA.2/10/2021 menyebutkan populasi Gajah Sumatera berkisar 924-1.359 ekor tersebar dalam 22 metapopulasi dari Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Gajah Sumatera menempati area dengan total luas habitat sekitar 4.788.933 hektar dimana 70% lebih areal habitatnya berada di luar Kawasan konservasi yang berada di berbagai macam fungsi Kawasan, yakni Hutan Lindung (22%), Hutan Produksi (44%) dan Areal Penggunaan Lain (12%).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menawarkan 4 strategi prioritas dalam pelaksanaan pengelolaan Gajah Sumatera, salah satunya: Penanggulangan dan adaptasi konflik manusia dan gajah secara efektif melalui optimalisasi pengelolaan barrier, serta mendorong praktek hidup berdampingan (koeksistensi) antara manusia dan gajah. Selain itu strategi lainnya berbunyi Menghilangkan potensi ancaman langsung pada lokasi-lokasi prioritas.
“Dari dua strategi ini saja, perusahaan seharusnya bisa lebih aktif dalam mengurangi potensi ancaman konflik manusia – gajah, sehingga eksistensi gajah diberi ruang dan sigap dalam melakukan kegiatan pencegahan,” ujar Nursamsu.
Masyarakat kecil baik petani sawit atau pekerja kebun HTI serta mereka yang berdiam di sekitar konsesi HTI dan kebun sawit menjadi paling terancam dan terdampak jika konflik satwaliar-manusia terus terjadi tanpa ada upaya menguranginya.
Koalisi EoF mendesak APP menerapkan komitmen lestarinya dalam melindungi Nilai Konservasi Tinggi (NKT, HCV) termasuk melindungi area jelajah dan habitat gajah.
“Kasus konflik gajah-manusia di beberapa kantong di Riau, termasuk GSK, menunjukkan bagaimana peranan korporat seperti APP sangat krusial dalam menjalankan janji kelestarian mereka, sehingga bisa mencegah berulangnya konflik dan mengurangi ancaman kepunahan lokal gajah Sumatra,” ujar Boy Even Sembiring, Direktur WALHI Riau. “Bukankah berpuluh-puluh tahun mereka sudah menangguk untung banyak dengan tidak menyisakan hutan alam sedikitpun di konsesi-konsesi mereka?”
Narahubung EoF:
Made Ali : No. hp 0812 75311009
[i] Detikcom, (27 Mei 2022) Gajah Hamil Ditemukan Mati di Bengkalis, Polisi Duga Diracun https://www.detik.com/sumut/berita/d-6097732/gajah-hamil-ditemukan-mati-di-bengkalis-polisi-duga-diracun
[ii] Jikalahari (2020) APP Membiarkan Satwa Dilindungi Dibunuh dan Mengkriminalkan masyarakat Adat Sakai Di Tengah Covid 19