Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau
Pekanbaru, 23 Mei 2022—Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Day) jatuh setiap tanggal 22 Mei. Tahun ini, peringatan Hari Keanekaragaman Hayati mengangkat tema “Membangun Masa Depan Bersama untuk Semua Kehidupan”. Dalam momentum ini, WALHI Riau turut mengajak kita semua untuk lebih peduli terhadap keberadaan keanekaragaman hayati, khususnya yang saat ini terancam langka dan hampir punah.
Even Sembiring, Direktur WALHI Riau, mengungkapkan bahwa keanekaragaman hayati yang ada di Pulau Sumatera, termasuk Provinsi Riau semakin berkurang dan berbagai spesies langka terancam punah. Kondisi hutan di Provinsi Riau yang mengalami banyak kerusakan menjadi salah satu penyebab pentingnya. “Hutan adalah rumah bagi berbagai macam spesies makhluk hidup, khususnya yang endemik dan dilindungi. Jika hutan rusak dan perburuan liar semakin marak, maka bukan tidak mungkin kepunahan spesies akan terus terjadi,” ujar Even Sembiring.
Even menambahkan, jika rumah bagi satwa langka dan endemik terganggu maka hal itu juga akan membuat ekosistem terganggu. Akhirnya manusia juga yang dirugikan. Seperti yang beberapa waktu lalu terjadi di Desa Tasik Tebing Serai, Kecamatan Talang Muandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, seekor harimau sumatera muncul di perkebunan kelapa sawit dan memakan ayam ternak, Jumat (23/4/2022). Padahal lokasi itu sebelum menjadi perkebunan adalah habitat asli bagi harimau tersebut. Dan masih banyak lagi cerita serupa.
Umi Ma’rufah, Koordinator Riset dan Kajian Kebijakan WALHI Riau, mengatakan memang sebagian besar hilangnya hutan alam di Riau disebabkan oleh alih fungsi lahan untuk aktivitas industri ekstraktif, seperti perkebunan dan pertambangan. “Keanekaragaman hayati hanya dapat kita temukan di hutan alam, yaitu hutan yang terbentuk secara alami selama ribuan tahun. Sayangnya, hutan ini telah banyak berubah tutupan dan fungsinya, sehingga keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya juga ikut tergusur,” kata Umi.
Umi menunjukkan data hasil olahan WALHI Riau dari berbagai sumber. Menurut data tersebut, sebanyak 45,51% kawasan hutan telah dibebankan perizinan untuk kepentingan investasi. Ini belum termasuk aktivitas ilegal yang akan diputihkan melalui skema Undang-undang Cipta Kerja. Tentu saja, hal ini akan semakin memperparah laju kerusakan hutan dan akhirnya makin mempersempit ruang hidup keanekaragaman hayati.
Even berharap momentum Hari Keanekaragaman Hayati seyogyanya tidak hanya sekedar dirayakan lewat jargon melainkan harus diturunkan menjadi langkah nyata untuk menghentikan segala bentuk perusakan hutan dan ekosistem di dalamnya. Sebab membangun masa depan bersama untuk semua kehidupan butuh kesadaran semua pihak untuk berhenti mengeksploitasi keanekaragaman hayati demi kepentingan pribadi semata. “Bumi akan terus lestari jika kita semua bisa menjaga keanekaragaman hayati dengan baik dan mencegahnya dari berbagai kerusakan,” pungkas Even.
Narahubung:
Umi Ma’rufah, Koordinator Riset dan Kajian Kebijakan WALHI Riau (085225977379)