Pekanbaru, 23 Maret 2022—Keberadaan hutan dan air sangat vital bagi kehidupan seluruh spesies di bumi. Karena itulah pada momentum peringatan Hari Hutan dan Hari Air Sedunia yang jatuh pada tanggal 21 Maret dan 22 Maret, WALHI Riau menyerukan agar kita semua dapat turut serta dalam upaya menyelamatkan sekaligus memulihkan hutan dan sumber air dari berbagai ancaman.
Tanggal 22 Maret ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Hutan Sedunia melalui resolusi PBB 67/200 yang berlangsung pada 21 Desember 2012. Sementara itu, gagasan tentang Hari Air telah dimulai 20 tahun sebelum penetapan Hari Hutan, yaitu pada 1992, saat Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro. Meskipun telah diperingati selama puluhan tahun, kondisi hutan dan air sampai hari ini masih memprihatinkan.
Even Sembiring, Direktur WALHI Riau menyebut persoalan hutan dan air harus dilihat dalam perspektif keadilan ekologis. Hutan dan air bukan tidak boleh sekedar diposisikan melayani kebutuhan manusia. Lebih luas, hutan dan air harus dilihat sebagai bagian penting sebagai rumah bagi seluruh entitas, baik manusia, spesies lain dan komponen abiotik lainnya.
“Posisi hutan dan air sebagai sebagai rumah tentu menentukan keberlajutan kelangsungan hidup semua entitas. Salah satu fungsi hutan memberikan perlindungan bagi manusia, baik untuk kebutuhan maupun terhindar dari bencana. Kelestarian ekosistem hutan juga menentukan keberadaan ekosistem air. Jika hutan dibabat habis, maka sumber air juga turut terancam. Bencana ekologis, seperti banjir dan perubahan iklim pun akan menjadi dampak karena kerusakan hutan. Karenanya, dalam peringatan Hari Hutan dan Air Sedunia, WALHI Riau mendorong agar pemerintah semakin serius dan ambisius dalam menjaga keberadaan hutan,” tambah Even.
Menurut catatan WALHI Riau, deforestasi skala besar yang terjadi di Provinsi Riau diakibatkan oleh praktik alih fungsi hutan untuk kepentingan ekonomi. Laju deforestasi tidak dapat lepas dari laju perizinan industri ekstraktif. Seringkali perizinan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau pembalakan berubah menjadi perkebunan kelapa sawit dan kebun kayu HTI. Olah data Jikalahari (2020), hutan alam yang tersisa di Riau hanya 1,4 juta ha. Padahal luas kawasan hutan yang tercatat ada lebih dari 5 juta ha.
Fandi Rahman, Manager Akselerasi Wilayah Kelola Rakyat WALHI Riau, menyampaikan pentingnya pelibatan masyarakat dalam menjaga ekoesistem hutan dan air.
“Dalam berbagai praktik masyarakat lokal, hutan dan air tidak sekedar dipandang sebagai komoditi. Contohnya, bagi orang Melayu dan beberapa suku Asli di Riau sungai dianggap sebagai sumber penghidupan, kebutuhan air bersih, perairan tanaman hingga jalur penghubung menggunakan sungai. Begitu juga hutan, dimanfaatkan sesuai kategori, tidak dibabat habis seperti praktik industri ekstraktif,” sebut Fandi.
“Menyelamatkan ekosistem hutan dan air sama artinya menyelamatkan kehidupan, kehidupan generasi saat ini dan generasi berikutnya,” tutup Fandi.
Narahubung:
Fandi Rahman (Manajer Akselerasi Wilayah Kelola Rakyat)