Kamis, 27 Juni 2019—Koalisi Sedia Payung (KSP) menuntut Walikota Firdaus MT bertanggung jawab terhadap kematian Yeni Riski Purwati akibat terseret derasnya arus kanal saat banjir melanda pada 18 Juni lalu, selain itu Koalisi KSP meminta DPRD memanggil Walikota untuk menjelaskan secara kongkrit program dan capaian selama ini terkait penanganan banjir yang selama dua periode memerintah minim terobosan. “Pemerintah Kota harusnya memikirkan terobosan baru bagaimana genangan dan banjir di Kota ini bisa berkurang, bukan hanya membangun Perkantoran yang baru saja,” kata Septian, koordinator aksi.
Menurutnya, Pemko harus memiliki SOP ketika terjadi genangan dan banjir, ini sebagai pedoman bagi dinas terkait dalam hal penanganan di lokasi serta ada call center yang bisa masyarakat akses untuk melaporkan kejadian. “Jika ada genangan dari laporan warga, petugas langsung turun ke lokasi dan segera melakukan tindakan,” ujar Septian. Ia menambahkan Pemkot harus menciptakan kota yang layak secara aspek lingkungan salah satunya menyiapkan ruang terbuka hijau bagi masyarakat.
“Pemerintah tidak menjadikan peta yang dikeluarkan Badan Penanggulangan Bencana Nasional terkait spot banjir di Pekanbaru. Padahal jika menilik data BPBN, banjir merupakan bencana dengan jumlah tertinggi di Indonesia yakni sebanyak 979 kejadian dari total 2.862 bencana pada 2017 silam. Kota Pekanbaru salah satu penyumbang kejadian banjir tersebut,” ujar Septian selaku Koordinator Aksi.
Kecamatan Rumbai adalah salah satu kecamatan yang menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Tidak menunggu musim penghujan, banjir terjadi di Pekanbaru setiap kali hujan datang merendam rumah warga, sekolah hingga rumah ibadah dengan ketinggian hingga satu meter seperti di Kecamatan Rumbai dan Kelurahan Sidomulyo Timur.
WALHI Riau yang tergabung dalam koalisi tersebut menilai tidak ada langkah konkrit dari Pemerintah Kota Pekanbaru. Selain itu, pengawasan terhadap pembangunan kota juga tidak berjalan dengan baik. Terbukti, banyak bangunan baik ruko hingga perkantoran yang menutup parit dan gorong-gorong sehingga menghambat aliran drainase, serta tidak adanya sumur resapan.
“Penanganan banjir sangat berkait dengan kawasan resapan, ruang terbuka hijau, kondisi drainase, sampah dan penghalang lain di dalam drainase.” jelas Fandi Rahman, Deputi Direktur WALHI Riau.
Tidak hanya itu, bahkan banjir menggenangi jalan yang kontur wilayahnya tinggi, seperti Panam dan Marpoyan, adanya genanangan air di wilayah tinggi itu akibat jalur drenase tidak beres. “Perlu adanya masterplan drainase kota karena memetakan masalah banjir harus dimulai dari memetakan aliran air,” kata Fandi Rahman, Deputi Direktur WALHI Riau.
Implementasi Perda Kota Pekanbaru tentang Sumur Resapan juga tidak dilakukan dengan baik, terlihat dari ketiadaan sumur resapan dibanyak bangunan yang menutup lahannya dengan perkerasan, beton ataupun aspal. Pemerintah harus menindak tegas pemilik bangunan yang tidak taat aturan ini. “Pemko harus tegas terhadap aturan yang sudah dibuat, jangan hanya diam itu tidak menyelesaikan masalah,” ucap Fandi Rahman, Deputi Direktur WALHI Riau.
Bersama dengan ini Koalisi Sedia Payung (KSP) menyampaikan tuntutannya:
1. Walikota harus minta maaf secara terbuka kepada masyarakat Pekanbaru dan keluarga korban yang meninggal akibat banjir.
2. DPRD Kota Pekanbaru memanggil dan meminta pertanggungjawaban Pemerintah Kota Pekanbaru terkait banjir yang terjadi;
3. Meminta DPRD Kota untuk mengaudit Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menindak pemilik bangungan yang melanggar aturan.
4. Membentuk tim pansus Tata Ruang Kota
5. Perbaikan drainase secara berkala;
6. Melakukan peremajaan Sungai dan Waduk
**
Narahubung:
Fandi Rahman:0852-7160-3790
Septian: 0813-4932-3678