• sekretariat@walhiriau.or.id
  • Home
  • Isu Kita
    • Bencana Ekologis
    • Energi
    • Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
    • Perkotaan
    • Keadilan Iklim
    • Hutan dan Kebun
    • Kejahatan Lingkungan
  • Form Pengaduan Rakyat
  • Tentang Kami
    • Organisasi Anggota
    • Eksekutif Daerah
    • Dewan Daerah
  • id ID
    • en EN
    • id ID
No Result
View All Result
WALHI Riau
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Pemberantasan Korupsi di Sektor Kehutanan dan Perkebunan

WALHIRiau25 by WALHIRiau25
November 21, 2016
in Uncategorized
0
0
SHARES
5
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

poster-iacf-riau-1-tidak-cetak

Related Posts

Luncurkan Laporan Investigasi, WALHI Riau Mendesak Komitmen Penuh FOLU Net Sink 2030 di Sektor Korporasi Kehutanan Riau

Masyarakat Pulau Mendol Menang Telak! Mahkamah Agung Menolak Permohonan Kasasi PT TUM!

ORANG MUDA RIAU GELAR AKSI SOLIDARITAS UNTUK PALESTINA DI JEMBATAN SIAK III: “THERE IS NO CLIMATE JUSTICE WITHOUT PALESTINIAN LIBERATION”

KURMA (Diskusi Ramadhan) Bedah Buku Re dan PeREmpuan: Membaca Praktik Ketidakadilan dan Kekerasan Perempuan 

Korupsi menjadi salah satu persoalan yang sangat akut dan sulit diberantas hingga sekarang. Menurut laporan Global Corruption Barometer (Transparency International Indonesia, 2013) korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan masif. Suap dan penyalahgunaan wewenang masih marak, sementara lembaga-lembaga yang mestinya memberikan pelayanan, pelindungan dan supervisi justru memiliki integritas yang buruk.  Hal ini juga terjadi di sektor kehutanan dan perkebunan. Kerusakan Hutan Indonesia telah menjadi sorotan dunia dan berkali-kali disinggung di sejumlah forum internasional. Korupsi di sektor kehutanan sudah berlangsung sistemik mulai dari tingkat kementerian atau departemen, dinas kehutanan di kabupaten/daerah, pejabat pemerintahan daerah hingga petugas di lapangan. Praktik korupsi sektor kehutanan pun hadir dengan beragam modus seperti penerbitan izin yang tidak prosedural, pungutan liar hingga penyususnan peraturan yang tidak transparan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bidang pencegahan menyampaikan kerugian akibat korupsi di sektor sumber daya alam (SDA) seperti kehutanan dan pertambangan, jumlahnya bisa 500 kali lipat dari jumlah nilai yang dikorupsi itu sendiri. Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) memperkirakan kerugian negara dari sektor non pajak kawasan hutan mencapai Rp. 169, 791 triliun selama 2004-2007. Sementara itu Human Rights Watch (HRW) dalam laporannya tahun 2013 menyebutkan korupsi dan kesalahan tata kelola kehutanan Indonesia diperkirakan merugikan negara sebesar Rp. 70 triliun sepanjang 2007-2011. Besarnya angka di atas tentu belum termasuk nilai kehilangan sumber daya hayati yang ikut musnah bersama rusaknya hutan.

Korupsi di sektor kehutanan dan perkebunan memiliki pola modus dengan menyuap pejabat untuk memudahkan pemberian izin usaha. Sedangkan bidang usaha yang paling marak melibatkan izin ini adalah pembukaan hutan untuk ditanami perkebunan sawit. Dalam poses pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang harus melalui tahapan panjang perizinan disinyalir kuat menjadi salah satu lahan korupsi di era otonomi daerah. Untuk membuka usaha perkebunan sawit harus memenuhi syarat antara lain Izin Arahan Lahan, Izin Lokasi, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), izin pelepasan kawasan hutan (IPKH), dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) hingga Izin Usaha Perkebunan (IUP).

Sejumlah syarat dan izin tersebut wajib dipenuhi bagi perusahaan yang akan membuka lahan perkebunan sawit. Jika tidak terpenuhi maka dapat dianggap tidak sah (illegal). Dalam Peraturan Kepala BPN No 2/1999 tentang Izin Lokasi, misalnya, untuk mendapatkan izin lokasi harus memenuhi berbagai syarat. Di antaranya, lokasi harus sesuai rencana tata ruang wilayah, sudah punya izin prinsip penanaman modal, dilengkapi pertimbangan teknis aspek yuridis dan fisik tanah, serta harus ada forum konsultasi dengan masyarakat yang tanahnya masuk dalam areal izin lokasi.

Dalam forum konsultasi tersebut harus ada penyebarluasan informasi rencana penanaman modal, rencana perolehan tanah dan penyelesaian masalah perolehan tanah, pengumpulan informasi data sosial dan lingkungan, serta alternatif bentuk dan besarnya ganti rugi atas tanah. Contoh lain, untuk mendapatkan HGU dipersyaratkan antara lain adanya izin lokasi dan persetujuan amdal. Jadi, jika satu syarat tidak dipenuhi— sesuai aturan—izin berikutnya tidak dapat diterbitkan.

Namun faktanya banyak perusahaan yang tidak memenuhi syarat tetap dapat beroperasi. Praktek suap kepada sejumlah pejabat pemerintah daerah ditenggarai turut memperlancar proses lahirnya perizinan. Inisiatif suap bisa bermula dari pengusahanya, pejabat publiknya, atau kemufakatan jahat dari keduanya.

Melihat permasalahan ini, sejak 2010 Indoensia Anti Corruption Forum sebagai sebuah forum yang membahas pengentasan korupsi memandang perlu untuk membahas khusus mengenai isu-isu krusial korupsi yang terjadi dalam sektor kehutanan dan perkebunan dalam tataran regulasi hingga akar rumput. Rekomendasi dari rangkaian kegiatan ini akan dibawa dan diserahkan kepada Presiden RI di forum Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK 2016) pada 1 Desember mendatang di Jakarta.

Dipilihnya Kota Pekanbaru sebagai daerah pelaksanaan salah satu pre-event IACF ke-5 dikarenakan tingkat korupsi di sektor perkebunan dan kehutanan yang pernah menjadi sorotan dalam wilayah tersebut. Misalnya pada kasus, Rusli Zainal Gubernur Riau periode 2003-2013 dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi setelah menerbitkan surat izin tentang pengesahan bagan kerja usaha pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada 2004 silam, saat ia masih menjabat. Kemudian belum lama ini disusul dengan Annas Ma’mun Gubernur Riau Periode 2013-2018 ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK dalam kasus suap alih fungsi lahan. Belum lagi sejumlah bupati yang menjabat di Propinsi Riau juga terlibat kasus serupa.

Next Post

Restorasi Ekosistem Lahan Gambut Dan hutan

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel lain

Siaran Pers

Jatah Preman Memperpanjang Riwayat Korupsi Gubernur Riau, Berimbas Buruknya Tata Kelola Perizinan SDA

by WALHI Riau
November 7, 2025
0

Siaran PersWahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau Pekanbaru, 7 Oktober 2025 – Riau semakin mengukuhkan posisinya sebagai provinsi dengan riwayat...

Read more

Jatah Preman Memperpanjang Riwayat Korupsi Gubernur Riau, Berimbas Buruknya Tata Kelola Perizinan SDA

Hari Sumpah Pemuda, WALHI Riau Serukan Tuntutan Keadilan Iklim dan Antargenerasi 

Industri Ekstraktif: Merusak Lingkungan Hidup dan Merampas Hak Rakyat 

PDLH VII WALHI Riau: Memilih Pemimpin Baru Melanjutkan Gerakan Keadilan Ekologis untuk Pulihkan Riau

Ada Noda di Bajumu:Rangkaian Dosa Ekologis Perusahaan HTI di Tanah Riau

PT Seraya Sumber Lestari (SSL) Picu Konflik danKerusakan Lingkungan di Kabupaten Siak

Load More

[]


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) RIau “Mewujudkan Riau Adil dan Lestari Berlandaskan Nilai Keadilan Ekologis”

© WALHI Riau 2025

  • Home
  • Isu Kita
  • Form Pengaduan Rakyat
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
  • Home
  • Isu Kita
    • Bencana Ekologis
    • Energi
    • Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
    • Perkotaan
    • Keadilan Iklim
    • Hutan dan Kebun
    • Kejahatan Lingkungan
  • Form Pengaduan Rakyat
  • Tentang Kami
    • Organisasi Anggota
    • Eksekutif Daerah
    • Dewan Daerah

© 2025 WALHI Riau