Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau
Pekanbaru, 31 Oktober 2022—WALHI Riau menaja Konferensi Pers bertajuk Suku Akit Desa Kepau Baru Mengelola Hutan Melalui Perhutanan Sosial. Desa Kepau Baru merupakan salah satu desa di Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Desa dengan mayoritas masyrakatnya merupakan Suku Akit ini tergolong masih berada pada kategori desa tertinggal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya ketimpangan lahan dan masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai buruh tani di kampung sendiri. Untuk mengatasinya, masyarakat melakukan pengelolaan hutan secara mandiri melalui skema Perhutanan Sosial (PS).
Secara administratif, luas Kepau Baru adalah 24.898 hektar, di mana ±89% diantaranya merupakan kawasan hutan dan 100% daratannya merupakan ekosistem gambut (45,1% fungsi lindung dan 54,9% fungsi budidaya). Olah data spasial WALHI Riau dari berbagai sumber memperlihatkan 36,2% wilayah Kepau Baru dikuasai PT Nasional Sago Prima (NSP) seluas 9.053 hektar. Selain 36,2% wilayah Kepau Baru telah dikuasi oleh PT NSP, mayoritas tanah produktif juga sudah dikuasai tuan tanah.
Fandi Rahman, Manajer Akselerasi Wilayah Kelola Rakyat WALHI Riau mengatakan bahwa hal itu terjadi karena proses transaksi tidak adil dan praktik ijon. “Tokeh, tuan tanah lokal dan pemilik modal dari ibu kota kabupaten merebut tanah-tanah dengan sistem ijon. Praktik ijon dan pembelian dengan harga murah membuat banyak warga yang mempunyai tanah dalam skala kecil,” kata Fandi.
Fandi juga menyampaikan kondisi itu kian diperparah sejak kejadian kebakaran hebat pada 2014. Kebakaran dari areal kerja PT NSP mengakibatkan masyarakat yang terlanjur berhutang, gagal bayar karena kebun mereka turut terbakar. Bahkan, kata Fandi, tidak ada pembayaran, yang ada hanya pemberian bantuan yang nilainya tidak setara dengan harga sagu masyarakat yang terbakar. Konsekuensinya, pembayaran utang diganti dengan peralihan kepemilikan tanah.
Guna mengatasi permasalahan ketimpangan lahan dan perekonomian masyarakat, beberapa tokoh Suku Akit Desa Kepau Baru memperjuangkan hak mereka atas tanah. Perjuangan panjang menolak kehadiran PT Lestari Unggul Makmur (LUM) yang juga terletak di wilayah Desa Kepau Baru dari tahun 2008 membuahkan hasil dengan diterbitkannya SK Menteri LHK Nomor: SK/444.Menlhk/Sekjen/HPL.1/6/2016 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian IUPHHK-HK PT LUM seluas 10.390 ha.
Pasca pencabutan izin, tujuh desa yang berada pada eks konsesi PT LUM mengajukan permohonan Hutan Desa (HD). Hasilnya pada tahun 2016, Menteri LHK menerbitkan SK HD Kepau Baru dengan nomor: SK/6721/MENLHK-PSKL/PSL.0/12/2016 seluas 844 ha. Selain memiliki Hutan Desa, Desa Kepau Baru juga memiliki akses legal dalam mengelola hutan dengan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm). HKm dikelola oleh Kelompok Tani Kepau Baru Lestari berdasarkan Surat Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.7443/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2020 seluas 1.505 ha dengan 154 anggota sebagai pemegang izin.
Sayangnya, berdasarkan penilaian WALHI Riau, masyarakat Desa Kepau Baru masih belum maksimal dalam memanfaatkan dan mengelola kedua akses legal yang diberikan. Hal ini yang mendorong WALHI Riau melakukan pendampingan kelompok pengelola PS di Desa Kepau Baru selama satu tahun terakhir. Pendampingan kelompok bertujuan untuk mempersiapkan pengelolaan administrasi, manajemen lembaga, penyusunan Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS), dan pengimplementasiannya sebagai solusi peningkatan perekonomian masyarakat Desa Kepau Baru.
Budiansyah, Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan UPT KPH Tebing Tinggi, mengatakan bahwa pendampingan kelompok pengelola PS pasca izin harus dilakukan bersama antara Pemerintah dan CSO. “Kolaborasi antara pemerintah dan pendamping non pemerintah sangat dibutuhkan karena pendampingan pasca izin membutuhkan sumber daya yang ekstra, terlebih di Desa Kepau Baru,” Kata Budi.
Rezki Andika, pendamping kelompok PS di Kepau Baru, mengaku bahwa setelah dilakukan pendampingan selama satu tahun terakhir, masyarakat mulai dapat melakukan pengelolaan lahan PS yang mereka miliki dengan menanam komoditi lokal seperti Sagu, Pinang, Nenas, Cabe Rawit, dan Kayu Alam.
“Pendampingan di Desa Kepau Baru dimulai dengan menata pengetahuan yang dimiliki masyarakat dan kemudian dituangkan ke dalam RKPS dan RKT. Serta kemudian mengimplementasikan rencana kerja tersebut sebagai solusi ketimpangan lahan dan peningkatan perekonomian masyarakat,” ujar Rezki. Rezki berharap, pengelolaan hutan oleh masyarakat Suku Akit Desa Kepau Baru dapat menjadi solusi pemulihan kawasan pasca kebakaran, mengatasi permasalahan ketimpangan lahan, dan meningkatkan perekonomian masyarakat Suku Akit.
Narahubung:
Rezki Andika (082384627527)
Fandi Rahman (085271602790)