Beranda Hutan dan Kebun Tidak Ada Alasan Tidak Mencabut IUP Kelapa Sawit PT WSSI

Tidak Ada Alasan Tidak Mencabut IUP Kelapa Sawit PT WSSI

474
0

Pekanbaru, 3 Februari 2022— WALHI Riau menaja diskusi publik serta peluncuran kertas kebijakan “Tidak Ada Alasan Tidak Mencabut IUP Kelapa Sawit PT WSSI” di Pekanbaru. Diharapkan kertas kebijakan ini bisa mendorong Menteri Pertanian melakukan evaluasi terhadap PT WSSI dengan dasar tidak melaksanakan kewajiban IUP. Paparan baseline Kabupaten Siak disampaikan oleh Fandi Rahman, Manager Akselerasi Perluasan Wilayah Kelola Rakyat (WKR) WALHI Riau dan pemaparan kertas kebijakan disampaikan oleh Ahlul Fadli, Koordinator Media dan Penegakan Hukum WALHI Riau. Selanjutnya, ditanggapi oleh seluruh peserta diskusi, khususnya dua pemantik, Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan WALHI dan Arpiyan Sargita, Manager Kampanye dan Advokasi JIKALAHARI.

Berdasarkan olah data berbagai sumber perlihatkan 50,28% wilayah Kabupaten Siak telah dibebankan izin, kondisi yang  memperlihatkan dominasi investasi di Kabupaten Siak. Hal ini berbanding terbalik dengan legalitas wilayah kelola rakyat, baik melalui skema Perhutanan Sosial (PS) dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), capaian perhutanan sosial per 2021 hanya 13.338 ha (1,70%), sedangkan capaian redistribusi TORA dari pencabutan HGU PT Makarya Ekaguna (MEG) seluas 10.000 hektar  (1,28%). Menurut data ini, maka wajar kiranya Pemerintah Kabupaten Siak mengakselerasi program PS dan TORA dari upaya review perizinan. Hal ini sejalan dengan tujuan Kabupaten Siak menjadi kabupaten hijau yang dalam road map-nya memperlihatkan komitmen akselerasi kebijakan PS dan TORA. Arahan kebijakan tersebut sejalan dengan komitmen Riau Hijau, dimana PS-TORA ditempatkan sebagai bagian dari  Rencana Aksi (Renaksi) komitmen Pemerinta Provinsi Riau.

Kebutuhan akselerasi PS dan TORA melalui skema review perizinan telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Siak. Salah satunya dapat dilihat dari proses review perizinan areal kerja Izin Usaha Perkebunan (IUP) Kelapa Sawit PT Wana Subur Sawit Indah (WSSI). Upaya review yang dilakukan oleh ini dilakukan karena (1) ketidakpatuhan PT WSSI terhadap kewajiban perizinannya; (2) terlibat dalam tindak pidana kebakaran hutan dan lahan; (3) ketidakpatuhan terhadap perintah yang ditentukan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres Moratorium Kelapa Sawit); (4) potensi konflik karena tidak memenuhi kewajiban perizinannya; dan (5) kegagalan memenuhi kewajiban mempunyai hak atas tanah.

Uli Arta Siagian, sampaikan tanggapan atas kertas kebijakan yang disajikan oleh WALHI Riau sebagai berikut:

Hadirnya konsep Wilayah Kelola Rakjat (WKR) yang merupakan pembaharuan dalam memberikan proporsi besar pada rakyat untuk pengelolaan tanah di Indonesia dan merupakan alternatif dalam penguasaan ruang yang adil dan lestari. Sementara daratan kita 64% sudah dikapling oleh konsesi kehutanan, perkebunan, pertambangan serta 33 juta kawasan hutan sudah dibebani izin konsesi.

Potret ini menggambarkan negara meletakkan ekonomi berbasis modal yang itu dilakukan melalui industri ekstraktif. Proporsi tidak seimbang diberikan kepada rakyat. Awal tahun ini kita baru tahu 234 izin pengelolaan izin dicabut. Sebanyak 77 izin IPPKH yang dicabut seluas 2,1 juta hektare. Ini tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan perizinan yang telah dikeluarkan Jokowi. Dan ini hanya 5% dari total konsesi yang diberikan kepada korporasi.  Sedangkan IPPKH untuk tambang ada 21 izin yang yang dicabut dan ini hanya 4% dari total IPPKH yang sudah diberikan negara kepada korporasi. Meskipun dilakukan pencabutan izin itu tidak signifikan dengan banyaknya jumlah izin dan luasnya hutan yang diberikan kepada investor.

Perlu melihat kembali izin HTI ataupun hutan alam apakah memang perusahaan yang sejak lama berkonflik. Ini akan kita dorong untuk negara memberikan akses dan kontrol kepada rakyat. Selain tata kuasa, kita harus memperhatikan tata kelola. Tidak hanya sampai warga mengelola hasil, tapi juga rakyat telah mengelola wilayah kelolanya dengan tetap memperhatikan kesetimbangan ekologis. Kemudian, kita harus melihat dan membangun tata produksi. Kemudian tata konsumsi, rakyat dapat mengelola ruang hidupnya untuk berdaulat dalam aspek konsumsi.

Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari

Pada 2016 terjadi kebakaran cukup besar salah satu penyebabnya adalah PT WSSI. Saat itu PT WSSI dihukum namun hanya pengelolanya bukan korporasi. Lalu, 2019 ketika bencana kabut asap salah satu penyumbangnya juga PT WSSI. Dalam keterangan Prof Bambang karhutla adalah ulah manusia sedangkan menurut Basuki Wasis, kebakaran menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan penurunan muka air tanah.

Pada 2021, PT WSSI dihukum oleh Pengadilan Negeri Siak dengan denda 3 milyar dan 34 milyar. Pemerintah Kabupaten Siak menyurati kementerian Pertanian agar melakukan evaluasi terhadap PT WSSI, hasilnya akan selesai pada Februari ini. Lalu pasca kasus kebakaran, muncul informasi Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) PT WSSI terbit. setelah melakukan peninjauan di lapangan, Jikalahari menemukan ada tegakan hutan alam dan akasia liar. Akasia milik RAPP berumur 7 tahun, sedangkan usia hutan alam sekitar 18 tahun, seta ada aktifitas pembukaan lahan baru. Berkaca dari kasus ini, keinginan masyarakat ialah segera cabut IUP WSSI dan redistribusi lahan sebagai solusi penyelesaian konflik khusunya di 4 Desa yang areal kerja IUP PT WSSI.

Diskusi dan peluncuran kertas kebijakan yang diikuti peserta secara daring dan luring ini memperkuat rekomendasi yang telah disusun WALHI Riau, yaitu:

  1. Menteri Pertanian melakukan evaluasi dan pencabutan IUP PT WSSI dengan dasar tidak melaksanakan kewajiban IUP dan peraturan lain terkait perkebunan;
  2. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan evaluasi pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk IUP PT WSSI kemudian menetapkan kembali lokasi yang berhutan sebagai kawasan hutan dan memasukkanya ke dalam PIAPS; Menteri ATR/ Kepala BPN menetapkan lokasi PT WSSI sebagai tanah terlantar dan kemudian menjadi objek redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria;
  3. Gubernur Riau mengimplementasikan Riau Hijau melalui kewenangan dalam Inpres Moratorium Kelapa Sawit, mengusulkan kepada Menteri LHK untuk menetapkan kembali areal IUP PT WSSI yang masih berhutan menjadi kawasan hutan, bukan malah menerbitkan perpanjangan Izin Pemanfaatan Kayu untuk korporasi tersebut;
  4. Bupati Siak selaku Ketua GTRA Kabupaten segera melaksanakan penataan, penguasaan dan pemilikan TORA di bekas areal kerja PT WSSI yang dicabut atau diciutkan. Selanjutnya, secara berjenjang melaporkan hasil redistribusi TORA atau perencanaannya kepada Ketua GTRA Provinsi Riau, Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria Pusat, Ketua Tim Reforma Agraria Nasional hingga Presiden Republik Indonesia.

Klik unduh untuk mendapatkan dokumen lengkap lembar fakta  (unduh)

Narahubung:

Ahlul Fadli 0852-7129-0622

Artikel SebelumnyaWALHI Riau: Aktivitas Tambang Pasir Laut Menambah Ancaman Terhadap Pulau Rupat
Artikel SelanjutnyaPT Gandaerah Hendana Dibebaskan, Jaksa PU Harus Kasasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini