Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau
Pekanbaru, 02 Februari 2022—Menanggapi putusan bebas PT Gandaerah Hendana (GH) atas tindak pidana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Walhi Riau bersama Jikalahari dan Senarai menaja diskusi bertajuk “Tepatkah Putusan Bebas PT Gandaerah Hendana?”. Hadir sebagai pembicara, Jefri Sianturi (Koordinator Umum Senarai), Okto Yugo Setyo (Wakil Koordinator Jikalahari), dan Boy Jerry Even Sembiring (Direktur Eksekutif Daerah Walhi Riau). Diskusi yang diadakan di Rumah Gerakan Rakyat Walhi Riau ini dihadiri oleh beberapa individu dari berbagai kalangan, seperti media dan mahasiswa.
Jefri Sianturi, mengawali diskusi dengan menjelaskan peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang telah dilakukan oleh PT GH. “PT Gandaerah Hendana adalah perusahaan perkebunan sawit yang terletak di Kabupaten Indragiri Hulu dan Pelalawan. September 2019 lalu, HGU PT GH terbakar seluas 580 hektar selama 21 hari di Kabupaten Indragiri Hulu,” tutur Jefri.
Menurut Jefri, 580 hektar lahan yang terbakar terletak di estate 1 dan 3. Dua lokasi ini terletak di HGU Nomor 16. Faktanya dua HGU ini sedang bermasalah dengan masyarakat, namun ketika terjadi kebakaran penanganannya berbeda. PT GH cenderung cepat menangani kebakaran di estate 1 yaitu hanya dalam sehari. Ini disebabkan karyawan yang memadamkan api mengaku tak tahu bahwa estate 3 masuk dalam HGU mereka.
Jefri juga mengkritisi proses persidangan yang terjadi di Pengadilan Negeri Rengat hingga Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Pada persidangan di PN Rengat prosesnya cukup cepat. Ini disinyalir karena Ketua Majelis Hakim, Nora Gaberia, akan dimutasi ke Batam. Sementara ketika kasus ini naik banding ke PT Riau, ia menilai Ketua Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Panusunan, melanggar tiga hal.
Pertama melanggar perintah ketua Mahkama Agung, kedua ia juga hakim bermasalah, ketiga dalam putusan yang hanya dua lembar ia banyak mengabaikan fakta-fakta persidangan. “Panusunan adalah orang baru di Riau, sebelumnya ia bertugas sebagai KPT di Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Pada 2009, ICW menyatakan Panusunan adalah hakim yang bermasalah dan berpotensi melemahkan KPK,” tandas Jefri.
Sedangkan Okto menjelaskan bahwa Jikalahari pernah melakukan pengecekan dan menemukan fakta kebakaran memang terjadi di lahan PT GH. “Ada 10 Perusahaan terbakar pada 2019 lalu, salah satunya PT GH, dan kemudian disegel oleh kementerian. Jikalahari lakukan pengecekan, nyatanya beberapa perusahaan tak berlanjut kasusnya, seperti PT RAPP, Arara Abadi, TKWL. Perusahaan-perusahaan itu pun tak lanjut ke persidangan,” kata Okto.
Selain temuan kebakaran, Okto juga menilai PT GH berusaha cuci tangan. “Dilihat dari GH yang berusaha menguasai lahannya yang dikuasai masyarakat, namun ketika kebakaran terjadi mereka mau melepaskan lahannya. Ini adalah upaya cuci tangan dari kasus kebakaran,” kata Okto.
Mengenai pelimpahan tanggungjawab karhutla kepada masyarakat oleh Majelis Hakim Tingkat Banding, direktur WALHI Riau, Even Sembiring, menilai hal itu sebagai kekeliruan fatal karena merujuk pada norma, jaksa tidak mengacu pada delik formil tapi materil. Yang artinya menyoalkan pada akibat dari adanya kebakaran seperti dilampauinya baku mutu udara dan lainnya. “Karena itu WALHI Riau merekomendasikan agar Jaksa PU mengajukan kasasi karena adanya kekeliruan penerapan hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru,” ujar Even Sembiring.
“Jaksa harus mampu meluruskan bahwa, pertama meskipun areal yang terbakar berkonflik dengan masyarakat, PT GH masih bertanggungjawab atas HGUnya. Kedua PT GH tidak pernah beritikad baik untuk melepaskan areal kerjanya. Ketiga dia tahu lokasi HGUnya namun tidak berupaya untuk langsung melakukan pemadaman”, tutup Even Sembiring.