Pekanbaru – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mendorong pemerintah untuk memperkuat lembaga peradilan spesifik dengan membentuk pengadilan yang khusus menangani kasus masalah lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian negara dan bencana ekologis.
“Penanganan kasus lingkungan harus ada pengadilan yang lex spesialis menangani kasus lingkungan hidup,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Riko Kurniawan, pada diskusi antisipasi bencana asap Riau, seperti dikutip dari Antara, Rabu (11/6).
Menurut Riko, masalah lingkungan hidup sama beratnya dengan kasus korupsi yang kini sudah memiliki pengadilan khusus tindak pidana korupsi. Sedangkan, selama ini kasus-kasus lingkungan hidup masih berada dalam lingkungan Pengadilan Negeri.
Dia menilai, perlu ada komitmen kuat dari pemerintah untuk melakukan upaya yang luar biasa untuk menghentikan bencana ekologis yang sudah mengakibatkan kerugian luar biasa.
Contohnya, seperti bencana asap akibat kebakaran lahan dan hutan di Riau pada awal tahun 2014 ini diperkirakan sudah mengakibatkan kerugian sedikitnya Rp20 triliun dari segi ekonomi. Kerusakan ekologis akibat bencana itu sudah menghanguskan sedikitnya 21.000 hektare lahan dan hutan dalam tempo tiga bulan saja, dan mengakibatkan puluhan ribu warga terserang penyakit.
Sedangkan, Riko menilai kebakaran hutan dan lahan dalam penyelesaian kasus hukumnya belum menimbulkan efek jera. “Belum ada satu pun kasus kebakaran lahan dan hutan maupun kasus lingkungan lainnya yang bisa menimbulkan efek jera. Dalam hal ini, negara sudah kalah padahal dampak kerugiannya sudah sangat besar,” tegasnya.
Dia mengatakan, negara dalam menangani masalah lingkungan khususnya kasus kebakaran lahan tidak bisa lagi menggunakan cara konvensional dalam upaya penegakan hukum. Ia mencontohkan satu kasus melibatkan PT Adei Plantation milik Malaysia yang kini disangkan di Pengadilan Negeri Pelalawan berlangsung hampir setahun dan baru sampai tahap pemeriksaan saksi-saksi.
“Perusahaan menghadirkan puluhan saksi yang membuat persidangan sangat lama. Ini perlu ada upaya percepatan agar tidak berlarut-larut,” katanya.
Dia menambahkan, penggunaan cara konvensional dalam proses hukum akhirnya membuat penanganan kasus dugaan pembakaran lahan di Riau berlarut-larut. Riko mencontohkan tujuh kasus yang melibatkan perusahaan pada 2013 hingga kini belum berujung di pengadilan, ditambah lagi 23 perusahaan yang kini juga diselidiki pada tahun ini.
“Padahal, dari kasus 2014 ini sudah ada sejumlah perusahaan yang menjadi tersangka pada kasus 2013. Seharusnya kasus-kasus itu bisa dipercepat,”.
Sumber: merdeka.com