Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau
Rabu, 21 Februari 2024 –Sehari jelang pelaksanaan Pemilu 2024, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau terus menyuarakan keadilan ekologis dan keadilan gender sebagai seruan politik kepada publik. Hal itu dilakukan dengan aksi bentang spanduk di jembatan layang Sudirman dan menggelar diskusi publik bertema “Bagaimana Masa Depan Perempuan di Bawah Kepemimpinan Para Capres-Cawapres?”. Rangkaian agenda ini juga bersempena dengan perayaan hari ulang tahun WALHI Riau yang ke-21 tahun.
Kegiatan diskusi yang diadakan di rumah gerakan rakyat WALHI Riau mengundang Emi Andriati, Direktur Riau Women Working Group (RWWG), dan Resika Siboro, staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, sebagai narasumber. Diskusi dimoderatori oleh Sri Depi Surya Azizah, staf multimedia WALHI Riau. Peserta yang hadir mewakili berbagai lembaga, di antaranya Mapala Suluh, Wanapalhi, Humendala, Paradigma, Kaliptra, dan beberapa media lokal.
Emi memaparkan berbagai persoalan yang saat ini dihadapi oleh kelompok perempuan, mulai dari sektor tenaga kerja, Kesehatan, hingga kekerasan di berbagai ruang. “Secara presentase, jumlah pemilih perempuan di Riau mencapai 49%. Namun, presentase yang hampir seimbang dengan laki-laki ini tidak juga memberikan hak-hak hidup yang setara bagi perempuan. Misalnya dalam memperoleh pekerjaan yang layak, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 66,36% perempuan bekerja di sektor informal, sisanya di sektor formal. Sementara banyak institusi atau pemberi kerja yang tidak memenuhi hak pekerja perempuan, seperti cuti haid dan kemudahan membawa anak di tempat kerja,” ujar Emi.
Emi juga menyoroti minimnya ruang aman bagi perempuan. Mengutip data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPA), perempuan masih banyak mengalami kekerasan. Sebagian besar pelaku adalah orang terdekat, di mana sebanyak 56,3% pelaku kekerasan adalah suami. “Perlu Perlindungan perempuan dari segala bentuk kekerasan yang dimulai dari ruang terkecil yaitu keluarga untuk menjamin ruang aman bagi perempuan,” kata Emi. Selain itu, diskriminasi terhadap perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam juga masih terjadi. Perempuan seringkali tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait persoalan sumber daya alam.
Resika Siboro mengoreksi kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengurangi ruang partisipasi politik perempuan untuk duduk di kursi legislatif. “Kebijakan penghitungan 30% yang menurut PKPU No. 10 Tahun 2023, yang membulatkan angka 30% apabila jumlah bakal calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan lebih dari 50%. Hal ini menyebabkan 17 partai tidak memenuhi syarat minimal 30% pencalonan perempuan pada 290 daerah, sehingga keterwakilan perempuan di DPR RI terancam semakin menyusut,” kata Resika.
Terkait visi misi capres-cawapres, yang katanya memberikan cuti melahirkan bagi suami hingga satu atau tiga bulan dengan gaji penuh juga tidak konkrit apakah hanya untuk pekerja formal atau juga untuk pekerja informal. “Apakah ada jaminan apabila pekerja informal akan mendapatkan gaji penuh juga jika mengambil cuti melahirkan?” kata Resika. Resika juga menyinggung beberapa persoalan lain yang menghambat hak perempuan dan kelompok rentan lainnya, seperti lemahnya perempuan di depan penegak hukum dan kurangnya fasilitas umum yang mendukung kelompok disabilitas dan lansia.
“Pemerintah perlu memperhatikan jaminan perlindungan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Misalnya lampu penerangan jalan yang masih kurang, ditambah jalanan rusak, dan rawan begal. Kami juga berharap pemerintah dapat memberi Komisi Nasional (Komnas) Perempuan seharusnya kekuatan untuk mejatuhkan sanksi terhadap pelanggar HAM atau pelaku kekerasan atau penegak hukum yang mengabaikan kasus kekerasan. Selama ini Komnas Perempuan juga Komnas HAM hanya mampu memberikan rekomendasi yang kemudian tidak ada kekuatan apapun untuk menindaklanjuti kasus yang kami laporkan,” kata Ika.
Di sesi tanggapan, para peserta turut aktif merespon berbagai persoalan perempuan, baik itu terkait langsung dengan partisipasi politik, maupun isu ketidakadilan terhadap perempuan lainnya. Sebagai organisasi yang mengakui keadilan gender sebagai salah satu nilai, penting bagi WALHI Riau untuk terus mengawal isu perempuan dan sumber daya alam demi terciptanya keadilan gender dan keadilan ekologis. “siapapun yang nantinya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden, harus terus kita kawal dan tagih demi pemenuhan hak-hak bagi perempuan,” tutup Depi.
Narahubung :
– WALHI Riau (082288245828)