Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Region Sumatera
WALHI Aceh-WALHI Sumatera Utara- WALHI Sumatera Barat-WALHI Riau-WALHI Jambi-WALHI Sumatera Selatan- WALHI Bengkulu-WALHI Kepulauan Bangka Belitung-WALHI Lampung
Pekanbaru, 5 Desember 2023—WALHI Region Sumatera menaja rembuk dengan tema Perumusan Rencana Advokasi Lingkungan Hidup Kepulauan Riau. Rembuk yang dilaksanakan di Pulau Galang, Kecamatan Galang, Kota Batam pada Sabtu-Minggu (18-19/11/2023) ini dihadiri oleh Direktur Eksekutif Daerah WALHI Region Sumatera maupun perwakilannya, meliputi WALHI Aceh, WALHI Sumatera Utara, WALHI Sumatera Barat, WALHI Riau, WALHI Jambi, WALHI Sumatera Selatan, WALHI Bengkulu, WALHI Bangka Belitung, dan WALHI Lampung. Kepulauan Riau dipilih sebagai lokasi pertemuan sebagai simbol kebutuhan gerakan lingkungan hidup yang kuat dan tangguh di provinsi ini.
Even Sembiring, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Riau menyampaikan konflik agraria dan sumber daya alam yang terjadi karena ambisi pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City merupakan persoalan yang mengantar WALHI Riau bekerja secara penuh di Pulau Rempang, Galang, dan Galang Baru. Pilihan bekerja di lokasi ini adalah bagian dari tanggung jawab WALHI Riau sebagai Eksekutif Daerah terdekat dengan Provinsi Kepulauan Riau, satu-satunya provinsi di Sumatera, di mana WALHI belum mempunyai kantor daerah.
”Kerja advokasi dan pengorganisasian di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru sudah berlangsung sejak pertengahan Agustus 2023.
Peristiwa 7 dan 11 September 2023 membuat WALHI Riau semakin intens bekerja di lokasi. Perjuangan bersama masyarakat adat dan tempatan di 24 Kampung Tua di Pulau Rempang, Galang, Galang Baru yang menyatakan menolak direlokasi karena PSN Rempang Eco-City juga melahirkan sebuah koalisi yang bernama Solidaritas Nasional untuk Rempang,” tegas Even.
Selama proses advokasi dan pengorganisasian tersebut, WALHI Region Sumatera ambil bagian secara aktif. Terhitung sejak awal Oktober 2023, tim WALHI Riau dibantu oleh enam orang tim lapangan dari WALHI Aceh, WALHI Bengkulu, WALHI Jambi, WALHI Sumatera Barat, WALHI Sumatera Selatan, dan WALHI Bangka Belitung. Selain itu, WALHI Sumatera Utara dan WALHI Lampung ambil bagian dalam dukungan kampanye dan penggalangan dukungan publik.
Dalam rembuk ini, WALHI Riau melaporkan kepada seluruh peserta bahwa persoalan lingkungan hidup di Kepulauan Riau merupakan persoalan krusial. Tidak hanya persoalan Rempang Eco-City, sejarah mencatat perizinan dan aktivitas tambang merupakan ancaman utama terhadap keberlanjutan wilayah pesisir, laut, dan pulau kecil di Provinsi tersebut. Perizinan dan aktivitas tersebut turut mengakibatkan kerugian bagi mayoritas nelayan tradisional. Belakangan, persoalan privatisasi pulau dan daerah pariwisata juga menjadi ancaman yang cukup signifikan. Atas nama keindahan dan objektifikasinya, tidak sedikit masyarakat yang dipaksa pindah dari kampunganya.
Even dalam laporannya menyampaikan hegemoni logika kapital di Provinsi Kepulauan Riau mengakibatkan tidak maksimalnya perlawanan masyarakat sipil dan meminimalkan ruang partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan. Peran negara dengan berbagai tindakan represif dan pembungkaman publik melalui apa yang disebut dengan upaya SLAPP membuat kami memandang provinsi ini juga mengalami krisis kebebasan menyampaikan pendapat.
Berdasarkan paparan tersebut, rembuk WALHI Region Sumatera menyimpulkan isu lingkungan hidup belum menjadi isu prioritas yang direspon pemerintah dan masyarakat sipil di Provinsi Kepulauan Riau. Karenanya penguatan isu sekaligus gerakan lingkungan hidup di Kepulauan Riau harus menjadi pekerjaan rumah bersama seluruh Eksekutif Daerah WALHI Region Sumatera. Pembentukan simpul bahkan pembentukan kantor daerah WALHI merupakan salah satu sarana menguatkan cita-cita memperkuat isu dan gerakan lingkungan hidup di Kepulauan Riau.
WALHI Region Sumatera dalam rembuk ini juga bersepakat terus mendampingi perjuangan masyarakat di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru sekaligus menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mengevaluasi dan membatalkan rencana Pembangunan PSN Rempang Eco-City.
Narahubung:
Fandi Rahman (0852-7160-3790)
Ahlul Fadli (0852-7129-0622)
Kutipan Media
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Region Sumatera
WALHI Aceh-WALHI Sumatera Utara–WALHI Sumatera Barat-WALHI Riau-WALHI Jambi-WALHI Sumatera Selatan-WALHI Bengkulu-WALHI Lampung-WALHI Bangka Belitung
Pekanbaru, 5 Desember 2023—Kutipan ini menjadi satu kesatuan dengan Siaran Pers Rembuk WALHI Region Sumatera. Rekan-rekan media dapat mempergunakannya pernyataan Direktur Eksekutif Daerah WALHI Region Sumatera atau perwakilannya dalam pemberitaan.
- Yuliusman, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Selatan
”Situasi yang terjadi satu tahun terakhir di Kepulauan Riau khususnya Rempang-Galang, perlihatkan kerasnya perlakuan negara terhadap warga, karena proyek ambisius yang memaksakan investasi dengan menggunakan skema PSN. Ini akan mengancam kehidupan masyarakat terutama bangsa melayu. Adanya bentrokan dan tindakan kekerasan, maka perlu desakan kepada pemerintah pusat untuk segera menghentikan proyek yang akan di rencanakan di Pulau Rempang Galang. Melalui WALHI Region Sumatera, kami WALHI Sumsel memberikan dukungan penuh kepada masyarakat Rempang-Galang yang saat ini sedang berjuang. Kami akan mengkonsolidasikan kekuatan masyarakat sipil melalui WALHI Nasional dengan 28 Eksekutif Daerah bergerak bersama di perjuangan rakyat.”
- Riyanda Purba, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Utara
“Situasi di Pulau Rempang ini merupakan satu dari banyak konflik agraria yang terjadi di Indonesia, perampasan ruang hidup yang terjadi, masyarakat tidak tahu bahwa lokasinya dijadikan sebuah objek investasi besar. Sembari itu terjadi, negara belum bisa memastikan bagaimana hak atas tanah warga yang sudah hidup puluhan hingga ratusan tahun dan belum punya hak atas tanah. Disamping itu lokasi mereka harus di gusur yang akan berdampak buruk, kita tahu sekarang Program Strategis Nasional (PSN) tidak menjamin hak atas tanah, tidak menjamin ruang hidup warga dan tidak menjamin ekonomi warga. dari peristiwa ini kita bisa belajar bahwa negara abai terhadap hak – hak warga negaranya sendiri, tanpa ada warga tidak ada negara. Yang perlu kita tegaskan, negara harus menjamin keselamatan ruang hidup warga, jika warga Pulau Rempang melakukan penolakan, maka sudah sepantasnya PSN ini digagalkan, jangan sampai atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat harus di gusur. Karenanya, kami di WALHI Sumatera Utara ambil bagian bersolidaritas dalam persoalan ini dan mendorong informasi ini dapat diketahui publik secara luas, agar publik dapat menjadi bagian dari masyarakat Rempang untuk memastikan proyek ini segara dicabut. Kita semua harus mendukung masyarakat Rempang menjemput dan merebut keadilannya.”
- Wengki Purwanto, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Barat
“Kami mengucapkan salam kepada seluruh pejuang di Rempang-Galang. tidak ada alasan Negara untuk melanjutkan PSN Rempang Eco-City, sejauh ini sangat jelas dan tegas sikap masyarakat yang menolak, sangat tidak mungkin Indonesia sebagai bangsa yang merdeka mengorbankan rakyat demi proyek ini. Proyek ini akan menjadi bentuk penjajahan skala nasional karena negara lebih memilih kepentingan korporasi dari pada warga. Pada rembuk WALHI Region Sumatera, Kami memutuskan melanjutkan advokasi di Pulau Rempang, kami ingin negara hadir dan menjalankan mandatnya dalam menegakkan kedaulatan di Rempang-Galang. Pemerintah harus menghormati hak-hak masyarakat dengan cara mencabut PSN. Sejarah menyebutkan kepemilikan tanah warga adalah bukti yang sah, bukti ini lebih kuat dari pada selembar kertas milik pemerintah kota, provinsi dan nasional, karena bukti tersebut di lindungi oleh konstitusi.”
- Abdullah, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi
“WALHI Jambi melihat situasi di Rempang merupakan bentuk kebijakan dan tindakan negara yang mengakibatkan kekacauan yang berujung pada ancaman wilayah kelola masyarakat adat dan tempatan. Masyarakat di pulau ini diancam diusir dari wilayah yang sudah mereka kuasai dan kelola secara turun temurun. Sehingga wajar, apa yang diperjuangkan masyarakat mendapat dukungan dari hampir seluruh masyarakat di Indonesia dan memposisikan perjuangan ini menjadi perjuangan bersama, termasuk kami di Jambi.”
- Abdullah Ibrahim Ritonga, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Bengkulu
“Kami melihat konflik yang ada di Pulau Rempang harus dijadikan pembelajaran penting bagi negara untuk tidak lagi mendesain proyek dan pembangunan secara ugal–ugalan. Terlebih, pembangunan PSN Rempang Eco-City bukan menjadi satu kebutuhan masyarakat di Pulau Rempang Galang, Kepulauan Riau. Selain Pulau Rempang, negara juga harus memastikan pulau kecil lainnya, seperti Galang, Galang Baru dan lainnya sebagai kesatuan ekosistem yang harus dijaga dan dilindungi bukan dijadikan objek eksploitasi. Karena itu, ke depannya penting juga memastikan bagaimana Pulau Rempang, Galang dan lainnya tetap lestari dan dapat distribusi pemanfaatannya secara adil, termasuk untuk generasi depan, sehingga ekosistem ini tetap dapat menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat.”
- Irfan Tri Mustri, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Lampung
“Salam hormat kepada pejuang di Pulau Rempang-Galang, saya berharap bapak dan ibuk tetap melakukan perlawanan karena apa yang kita perjuangkan adalah hak yang selama ini kita jaga. Bapak dan ibuk berjuangan tidak sendirian, kami dari WALHI di Sumatera akan terus mendampingi masyarakat agar hak-hak untuk hidup terjamin dan bisa menikmati sumber penghidupan.”
- Ahmad Subhan Hafiz, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Bangka Belitung
“Penggusuran atas nama Projek Strategi Nasional (PSN) Rempang Eco-City bentuk kekerasan negara terhadap rakyat terutama masyarakat adat yang ada di Rempang Galang, ancaman yang di lakukan pemerintah saat ini juga akan terjadi di Kepulauan Bangka Belitung, karena bahan baku dari pabrik kaca adalah pasir kuarsa yang menimbulkan ancaman kerusakan lingkungan hidup dan merampas ruang hidup bagi rakyat khususnya nelayan. Aktivitas tambang akan meninggalkan lubang-lubang yang tidak di reklamasi bisa menyebabkan sumber penyakit, krisis air dan mengancam keselamatan warga. Tidak ada pilihan lain selain menghentikan proyek ini karena tidak menguntungkan bagi masyarakat serta menghilangkan pengetahuan dan sumber penghidupan bagi generasi yang akan datang.”
- Afifuddin, Kepala Divisi Kampanye dan Advokasi Eksekutif Daerah WALHI Aceh
“Pertama konflik di Rempang kami juga bisa merasakan itu karena Aceh punya sejarah catatan dalam konflik walaupun itu konflik persenjataan, tetapi kami pernah merasakan bahwa bagaimana kita diusir dari tempat rumah sediri dan tidak ada berbeda apa yang terjadi di Rempang ini diusir di tanahnya sendiri ini sangat menyakitkan. Karenanya WALHI Aceh mendukung apa yang diperjuangkan masyarakat. Kesamaan sebagai bangsa Melayu semakin memperkuat dukungan kami kepada masyarakat. Dukungan yang sudah kami mulai dari awal konflik ini terjadi tidak akan berakhir sampai masyarakat memperoleh legalitas dan hidup aman di tanahnya. Keberhasilan penundanaan penggusuran pada tanggal 30 September merupakan momentum penting untuk memastikan masyarakat Rempang-Galang tidak terusir dari kampungnya.”