Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau
Pekanbaru, 29 November 2022—WALHI Riau melangsungkan workshop pertanian alami dan pembuatan tong kompos pada Sabtu, 26 November 2022. Kegiatan ini merupakan rangkaian Voice for Ecological Justice Fest (Vorest Fest). Workshop ini diikuti oleh lembaga anggota WALHI Riau, penggiat pertanian pekarangan dan masyarakat di lingkungan kantor WALHI Riau. DD Sineba, seorang penggiat pertanian alami dan perkotaan dari Palembang, Sumatera Selatan menjadi narasumber dalam kegiatan ini.
Fandi Rahman, Manajer Akselerasi Wilayah Kelola Rakyat (WKR) yang sekaligus menjadi fasilitator kegiatan ini menyebut kegiatan ini bertujuan untuk mengarusutamakan praktik pertanian alami kepada masyarakat. Praktiknya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan pekarangan serta limbah organik rumah tangga.
“Dalam workshop ini, kami mengajak para ibu-ibu di sekitar komplek perumahan kantor kami memanfaatkan lahan pekarangan. Praktik pertanian tersebut akan membantu masyarakat mencukupi beberapa kebutuhan sehari-harinya sekaligus mengurangi limbah organik rumah tangga. Karenanya, dalam kegiatan ini kami juga mengajarkan sekaligus mengajak para peserta berpraktik membuat tong kompos,” sebut Fandi.
Pertanian alami atau yang sering dikenal dengan dengan nama natural farming merupakan antitesis dari prakti pertanian organik yang dikontrol penuh oleh mekanisme pasar. Praktik pertanian terikat pada prinsip agroekologi yang berasal dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai, menjamin dan melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya pertanian sebagai sumber kehidupan. Selain itu, pertanian alami akan mengajarkan kita untuk hidup mengintegrasikan komprehensif aspek lingkungan, sosial dan ekonomi secara seimbang.
Sebelum praktik pencampuran media tanam, penyemaian bibit dan pembuatan tong kompos, DD Sineba menyampaikan pengalamannya dalam memanfaatkan lahan pekarangan. Menurutnya, praktik pertanian alami di lahan pekarangan berkolerasi dengan ketersediaan pangan di level keluarga. Beberapa persoalan pemenuhan pangan seperti ketersediaan pasok dan harga yang tidak menentu dapat dijawab dengan pemanfaatan lahan pekarangan dengan model agroekologi, karena model ini mudah dipraktikkan di lahan yang sempit dan tidak membutuhkan biaya yang besar.
“Sekarang ini rumah tangga terutama ibu-ibu paling merasakan dampak kenaikan harga pangan. Pemanfaatan lahan pekarangan dengan model agroekologi lebih ekonomis, jadi dapat mengatasi persoalan kebutuhan pangan di level rumah tangga, kualitasnya juga terjamin karena kita sendiri yang memproduksinya,” sebut DD Sineba.
“Kekhawatiran persoalan hama dalam praktik pertanian alami di lahan pekarangan bukan persoalan yang pelik. Mengatasi hama yang biasanya menyerang kebun dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman Kenikir dan tanaman refugia lain untuk mengalihkan perhatian serangga. Selain itu, kehadiran serangga dan hama lain di tanaman kita membuktikan tanaman kita tidak beracun,”” tambah DD Sineba.
Fandi Rahman dari WALHI Riau mengingatkan dari setiap hasil kebun atau aktivitas rumah tangga pasti menghasilkan sampah organik. Limbah ini dapat dimanfaatkan menjadi pupuk cair dan kompos sebagai bahan tambahan untuk media tanaman di pekarangan. Salah satu metode yang sering digunakan dengan komposter. Komposter adalah alat pengolahan sampah organik rumah tangga melalui pengomposan dengan memanfaatkan wadah bekas.
Praktik tong kompos merupakan salah satu solusi mengatasi persoalan sampah di Pekanbaru. Pemanfaatan limbah organik rumah tangga akan berkontribusi positif untuk mengurangi pesoalan timbulan sampah dan meminimalisir kemungkinan sampah di bakar. Praktik yang akan mengajarkan masyarakat Pekanbaru bijak memanfaatkan sampah yang dihasilkannya.
Narahubung:
Fandi Rahman (085271603790)