Beranda Siaran Pers Target TORA Rendah, Gubri Segera Menyusun Rencana Strategis

Target TORA Rendah, Gubri Segera Menyusun Rencana Strategis

290
0

Untuk Percepatan Distribusi Tanah Dalam Penyelesaian Konflik Kehutanan Dan Perkebunan Serta Mengurangi Ketimpangan Penguasaan Sumberdaya Alam Di Riau

Pekanbaru, 15 Februari 2021, WALHI Riau meminta Gubernur untuk merevisi tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Riau karena selama kurun waktu satu setengah tahun, dinamika perkembangan dan capaian yang dilakukan dari tim GTRA belum memuaskan karena tiadanya capaian-capaian yang signifikan. “Perkembangan tim GTRA Provinsi tidak memuaskan, Gubernur segera evaluasi dan merevisi SK GTRA Provinsi, tim GTRA harus ada unsur para pakar, praktisi, tokoh masyarakat dan lembaga pemerhati lingkungan,” kata Riko Kurniawan, Direktur WALHI Riau.

Sebelumnya Gubernur Riau menargetkan redistribusi program TORA pada tahun 2020, sebanyak 120.000 bidang. Namun kenyatannya masih banyak HGU, HGB, tanah hasil penyelesaian koflik, tanah pelepasan kawasan hutan dan tidak adanya pemeberlakuan 20 persen dari luas lahan konsesi perusahaan yang belum dimanfaatkan untuk TORA. Tahun ini target redistribusi TORA untuk Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau mencapai 21.213 bidang, “Target tersebut bisa jadi modal pemerintah daerah untuk memaksimalkan redistribusi dengan membentuk tim GTRA kabupaten dan kota, tim tersebut nantinya melakukan pendataan wilayah konflik atau sengketa terkait ketimpangan penguasaan lahan di Riau,” kata Riko Kurniawan.

Pada 2015, Pansus Monitoring Perizinan DPRD Provinsi Riau menemukan 378 dari 513 perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak berizin dominan berada di dalam kawasan hutan seluas 1,8 juta hektar yang telah merugikan keuangan negara berupa tidak membayar pajak Rp 34 Triliun per tahun. Perusahaan yang berada di dalam kawasan hutan, juga menanam tanaman sawit melebihi izin Hak Guna Usaha (HGU). Selain itu berdasarkan catatan KPK, ada 1,2 juta hektare kebun sawit di Riau tanpa memiliki izin, dan masuk dalam kawasan hutan. Pemprov Riau diminta untuk menertibkan perkebunan sawit ilegal tersebut. “Pemerintah harus melakukan pendekatan terkait penyelesaian konflik melalui tim GTRA, tim segera menindaklanjuti temuan pansus DPRD dan KPK tersebut karena data dan kajiannya sudah lengkap,” ujar Riko Kurniawan.

Untuk menuntaskan permasalahan tata kelola perkebunan, Gubernur Riau telah membentuk satuan tugas terpadu penertiban lahan illegal, pada 12 Agustus 2019, hingga November 2019 satgas menemukan 10 perusahan sawit yang tidak memiliki izin tersebar di Kabupaten Rohul dan Kampar dan pada awal Januari 2020 tim menemukan 34 perusahaan yang menguasai lahan dengan illegal sekitar 80 ribu ha. Namun hingga saat ini tim satgas jadi sorotan masyarakat, karena perkembangan pelaksanaan dalam mengurai masalah-masalah tindak pidana lingkungan terkesan tertutup dalam hal keterbukaan informasi. “Tertutupnya informasi terkait temuan tim satgas ini menyebabkan sulitnya kontrol dari masyarakat atas jalannya pemerintahan sehingga partisipasi masyarakat pun menjadi semakin lemah dalam mendukung pemerintahan,” sebut Riko Kurniawan.

Hambatan lainnya juga dari pengesahan Perda No 10 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWP) Riau 2018-2038 oleh Plt Gubernur Riau Wan Thamrin Hasyim pada 8 Mei 2018. Dalam pasal 46 ayat 2 huruf e Perda Nomor 10 Tahun 2018 Riau berbunyi: Pemanfaatan kawasan hutan untuk perhutanan sosial dan penggunaan kawasan hutan untuk Tanah Objek reforma Agraria (TORA) sebelum mendapat rekomendasi dari Gubernur terlebih dahulu dilakukan pembahasan bersama DPRD. Sehingga target TORA 536.223 hektar tertunda karena menunggu rekomendasi DPRD.

Pada 12 Agustus 2019, Jikalahari bersama Walhi Riau mendaftarkan Permohonan Keberatan (Judicial Review) ke Mahkamah Agung terhadap Perda 10 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Prvovinsi Riau. Permohonan JR didaftarkan langsung ke Mahkamah agung melalui kuasa hukum dan diterima oleh Supriadi, S.H., M.H. Kepala Seksi Penelaahan Berkas Perkara Hak Uji Materil Mahkamah Agung.

Berdasarkan putusan perkara nomor 63 P/HUM/2019 yang diputuskan pada 3 Oktober 2019 oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung Dr Irfan Fachruddin, SH, CN dan Dr H Yodi Martono Wahyunadi bersama Dr H Supandi SH, MHum, majelis mengabulkan 5 pasal dari 7 pasal yang diajukan Jikalahari bersama Walhi. Hakim menyatakan pasal-pasal yang dikabulkan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan harus dicabut. “DPRD Riau dan Gubernur Riau Syamsuar segera duduk kembali untuk membatalkan pasal pasal yang dikabulkan Mahkamah Agung, sembari memasukkan konsep Riau Hijau dalam revisi Perda RTRWP Riau 2018-2038,” kata Riko Kurniawan, Direktur ED WALHI Riau.

Narahubung;

Ahlul Fadli – Staf Kampanye dan Advokasi (0852 7129 0622)

 

 

 

Artikel SebelumnyaMumentum Proposal Ekosida
Artikel SelanjutnyaEkonomi Nusantara Jalan Jitu Pemulihan Lingkungan Hidup dan Daulat Rakyat Atas Sumber Daya Alam di Indonesia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini