PEKANBARU,  22 APRIL 2015— Bertepatan dengan hari bumi internasional, WALHI Riau bersama beberapa jaringan Organisasi Non Pemerintah dan kelompok mahasiswa (RWWG, LBH Pekanbaru, LALH, WANAPALHI, MAPALA SULUH dan MAPALA BATARA ) melakukan aksi guna menyerukan penyelamatan bumi Riau dari keserakahan segelintir manusia. Bumi yang dulunya ramah dan mampu mencukupkan kebutuhan manusia, kini menjadi rumah yang dipenuhi bencana ekologi, asap, banjir longsor selalu hadir dalam siklus rutin. Bumi juga dipaksa hanya memenuhi lumbung-lumbung kekayaan pemilik modal raksasa (korporasi). Akses dan distribusinya dikuasai segelintir orang, malah penguasaan berlebih tersebut dilegalisasi oleh kebijakan Negara. Petani berubah jadi buruh, masyarakat adat terusir dari kampung, kota dipenuhi pengangguran. Bumi manusia kini hanya dikuasai segelintir orang.
Eksploitasi bumi dan sumber daya alam secara massif oleh korporasi perkebunan kelapa sawit, HTI Akasia dan tambang kian memperparah kerusakan bumi. Cerita kerusakan hutan, pencemaran, penguasaan sumber daya alam yang timpang, konflik menjadi kisah nyata di daerah kaya yang bernama Provinsi Riau. “Tanah yang dirampas, hutan yang dirusak, sungai yang tercemar mengakibatkan penduduk desa kehilangan sumber nafkah hidup, dan kemiskinan menjadi cerita nyata di daerah-daerah yang berkonflik dengan korporasi yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit, HTI dan tambang. Bukan hanya kemiskinan, ancaman terhadap keselamatan dari pencemaran, kabut asap dan lubang-lubang tambang juga mengancam nyawa penduduk Riau yang hidup di wilayah industri ekstraktif rakus lahan tersebut†ujar Even Sembiring, Deputi Direktur WALHI Riau.
Mewariskan Bumi Hancur?
Selama kekayaan Bumi dikeruk habis hanya untuk kepentingan akumulasi modal tanpa memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan, maka hal tersebut sama halnya dengan mewariskan bumi hancur pada anak cucu. Aneka satwa serta hutan dan sungai hanya menjadi warisan dalam bentuk dokumentasi foto atau miniatur, bahkan kerusakan bumi yang hari ke hari semakin parah sama halnya menghapuskan mimpi dan cita-cita generasi berikut. Kondisi ini tidak menutup kemungkinan mempercepat kemusnahan manusia berikut kesatuan ekologis yang ada di bumi. “Ketika hutan-hutan ditebang habis, sungai dicemari dan satwa-satwa dibunuh atas nama investasi, maka kedatangan bencana ekologis dahsyat hanya sekedar menunggu waktu. Jaringan rantai makanan putus, salah satu makhluk akan bertumbuh dengan cepat dan berpotensi menjadi predator bagi makhluk lainnyaâ€, sebut Rizal, Kordinator Aksi dari WANAPALHI.
Menyadari adanya ancaman dari signifikansi kerusakan bumi yang terjadi kian cepat, tentunya dibutuhkan kesadaran berama untuk berjuang selamatkan, bumi, selamatkan lingkungan kita dan sekaligus selamatkan manusia. Untuk itu, masih ragukah kita ambil bagian dalam kerja-kerja penyelamatan bumi?
Pansus Monitoring & Evaluasi Lahan, Perkebunan, Perizinan & Pertambangan DPRD Riau
Tidak dapat dipungkiri bahwa rusaknya Bumi Riau serta sumber-sumber penghidupannya rakyatnya sebagian besarnya diakibatkan kebijakan Negara yang melanggengkan laju industri ekstraktif. Perkebunan kelapa Sawit dan akasia serta tambang menjadi momok menakutkan bagi bumi manusia. “Daya rusak industri ekstraktif rakus lahan yang sekaligus berkecenderungan melahirkan konflik sumber daya alam harus segera dihentikan. Bahkan dalam perkembangannya konflik tidak hanya melibatkan masyarakat dengan korporasi dan Negara, namun meluas antara masyarakat dengan masyarakat. Keserakahan Pembangunan atas nama investasi melahirkan perosalan yang tidak kunjung selesai harus segera dihentikan,†ujar Winisri dari RWWG. Belum selesai konflik di Desa Gembira dengan PT. Bina Duta Laksana, lahir konflik masyarakat desa Pungkat dengan PT Setia Agro Lestari. Bahkan masih banyak catatan konflik lainnya, seperti antara masyarakat Kepau baru dengan  PT. National Sago Prima Di Kepulauan Meranti, PT Duta Palma di Taluk Kuantan dan Inhu, PT ADEI Plantation di Pelalawan, PT RAPP di Pelalawan dan PT. Riau Bara Harum di Inhu.
Langkah DPRD Provinsi Riau dengan membentuk Pansus Monitoring & Evaluasi Lahan, Perkebunan, Perizinan & Pertambangan DPRD Riau guna melakukan verifikasi izin, luas areal konsesi dan potensi kerugian Negara patut diapresiai. Berdasarkan Hasil Sementara Kajian Pansus bentukan DPRD Riau tersebut ditemukan fakta bahwa terdapat potensi kerugian Negara mencapai Triliun Rupiah. “Adanya Pansus bisa dijadikan langkah awal sekaligus uji publik terhadap kinerja wakil-wakil rakyat guna berjuang menyelamatkan bumi,†ujar Even Sembiring “Selain itu, adanya Pansus dapat dijadikan alat dorong penyelesaian konflik sumber daya alam. Proses perjuangan rakyat yang berkonflik panjang dengan korporasi perusak bumi dan perampas tanah rakyat juga harus dijadikan prioritas kerja pansus ini,†tambahnya.
“Kelanjutan kerja Pansus ini tentunya harus dikawal bersama. Jangan sampai Pansus ini hanya dijadikan alat pencitraan dan disalahgunakan oleh oknum-oknum wakil kita di parlemen Daerah. Rakyat tidak butuh pernyataan-pernyataan anggota dewan terhormat melalui media, rakyat berkehendak Pansus ini menjadi alat penyelesaian konflik yang mereka hadapi dan sekaligus menyelesaikan persoalan lingkungan hidup di Riau,“ sebut Angga dari LBH Pekanbaru. Bersempena hari bumi, maka wakil rakyat dituntut harus membuktikan komitmennya dalam penyelamatan bumi. Keadilan ekologis untuk rakyat menjadi satu-satunya cara menyelamatkan bumi. Rakyat menunggu penerbitan rekomendasi pencabutan izin terhadap korporasi yang secara legalitas bermasalah dan telah terbukti terlibat dalam kejahatan kehutanan dari hasil kerja Pansus ini.
Ayo Bersatu, Selamatkan BUMI untuk Masa Depan!!!                                  Â
Info Lebih lanjut, hubungi:
Even Sembiring (085271897255)
WALHI RIAU, RWWG, LBH Pekanbaru, LALH, WANAPALHI, MAPALA SULUH dan MAPALA BATARA
SEMANAGAT KAWAN KAWAN KU YANG DI RIAU, MARI KITA BERJUANG BERSAMA DEMI TERCAPAINYA REVOLUSI ATAS DIKTATOR PROLETARIAT, AGAR TERWUJUDNYA KERAJAAN KEDAMAIAN YANG DIMANA TIDAK ADA LAGI PENINDASAN DAN PENGHISAPAN.
HIDUP RAKYAT !!