Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) ED Riau
Pekanbaru, 12 Mei 2023. WALHI Riau mendukung masyarakat Desa Pulau Bayur untuk tetap mempertahankan kualitas lingkungan dengan menjaga dan mengelola kebun sebagai sumber bertahan hidup, ini bukti perlawanan terhadap perusahaan tambang yang sudah merusak jalan juga mengancam lahan masyarakat untuk eksplorasi tambang batu bara.
Direktur WALHI Riau, Even Sembiring menyebutkan adanya aktivitas tambang batu bara akan merampas ruang hidup masyarakat Desa Pulau Bayur serta berakibat pada penurunan kualitas lingkungan dengan munculnya polusi udara dan debu. “Penggunaan energi kotor batubara dan turunannya sebagai Energi Baru Terbarukan atau EBT yang ada di Provinsi Riau merupakan solusi palsu dan harus ditolak,” kata Even Sembiring, Direktur WALHI Riau.
Menurutnya, pemerintah Provinsi Riau dan Kabupaten Kuansing terjebak pada isitilah Energi Baru Terbarukan atu EBT, namun pada dasarnya EBT hanyalah solusi palsu yang dampaknya sama bahayanya dengan penggunaan energi fosil.
WALHI Riau mendesak pemerintah Provinsi dan Kabupaten agar mengkaji ulang kebijakan dan memberikan prioritas pada perlindungan dan pemulihan lingkungan dan hak rakyat yang ada di Riau. “Aksi nyata yang perlu dilakukan ialah melindungi hak masyarakat serta menjaga keberlangsungan hidup masyarakat di Desa Pulau Bayur dari aktivitas tambang.”
Sebelumnya, masyarakat Desa Pulau Bayur, Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi menutup akses jalan tempat kendaraan milik PT Fabrik Komponen Industri Energi (FKIE) yang sekarang menjadi PT Lingkaran Dewaro Energi (LDE) keluar masuk menuju lokasi penambangan batu bara, Rabu (9/05/2023) siang. Masyarakat memprotes kendaraan milik perusahaan yang saat ini membangun mes karyawan merusak jalan yang selama ini digunakan masyarakat untuk mengangkut hasil kebun karet dan sawit.
Protes masyarakat ini dilakukan dengan menutup jalan menuju lokasi sambil membentangkan spanduk yang bertulis “Ini jalan masyarakat bukan jalan batu bara”. Penutupan jalan dilakukan dengan memotong Sebagian jembatan untuk memutus akses kendaraan milik perusahaan, hanya sepeda motor yang bisa melintasinya. “Kondisi tanah rusak parah, masyarakat tidak bisa menuju kebun dan ladang mereka yang saat ini terancam oleh aktivitas tambang,” kata Koordinator FMPPB, Emar.
Emar menyebutkan, protes ini merupakan inisiatif masyarakat untuk menghentikan perusahaan membawa alat berat masuk ke dalam yang sejak awal sudah di tolak masyarakat karena izin yang diterbitkan cacat prosedur, “Masyarakat Pulau Bayur menolak aktivitas pertambangan karena kebun karet dan sawit mereka masih produktif dan menjadi sumber penghidupan masyarakat. Selain itu, kebun tersebut satu-satunya milik masyarakat dan dapat diwariskan ke anak dan cucu nanti,” kata Emar.
Selain itu kelompok petani perempuan mengatakan, aktivitas pertambangan akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan terganggunya akses masyarakat membawa hasil kebun untuk dijual. Aktivitas tambang juga merusak jalan dan diperparah ketika musim hujan.
Oleh karena itu, FMPPB meminta kepada Kementerian ESDM, Gubernur Riau, Bupati Kuansing, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten untuk segera meninjau ulang perizinan PT FKIE karena sejak tahapan awal masyarakat tidak dilibatkan dalam musyawarah tingkat desa. Masyarakat Pulau Bayur mengharapkan agar pihak terkait dapat mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan lingkungan dalam mengambil keputusan.
Narahubung:
Ahlul Fadli – Koordinator Media dan Penegakan Hukum
(085271290622)