Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI Riau
Edisi: Volume 3 Tahun 2025
Memutus Konflik Ekologis di Tanah Melayu: Sebuah Tawaran Kepada Rezim Baru
Tak berbeda jauh dengan rezim sebelumnya, perubahan kepemimpinan hasil Pemilu dan Pemilukada 2024 hanya memperpanjang kuasa oligarki. Membawa rakyat dalam situasi krisis yang tak berkesudahan. Publikasi tahunan WALHI Riau yang bertajuk “Memutus Konflik Ekologis di Tanah Melayu: Sebuah Tawaran Kepada Rezim Baru” memotret kondisi tersebut, khususnya di Riau. Publikasi ini hadir untuk membunyikan seruan dan tuntutan keadilan untuk memutus mata rantai konflik ekologis. Konflik yang tidak hanya menempatkan rakyat yang lemah dan termarginalkan sebagai korban, namun seluruh entitas ekologis lainnya, baik hidup maupun tak hidup.
Publikasi ini juga memuat refleksi dan analisis atas dinamika politik, sosial, dan lingkungan yang terjadi di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau. Secara umum, situasi yang dipotret tepat pasca Pemilu 2024. Bagian awal publikasi ini akan memuat eksistensi dominasi oligarki di parlemen. Banyak kursi legislatif tetap diisi kelompok pebisnis. Karena itu, bagian tersebut hendak mengingatkan sekaligus membuka kesadaran bahwa harapan akan kebijakan yang adil dan berpihak pada kepentingan ekologis akan mengalami tantangan luar biasa. Tidak dapat sekedar dititipkan pada para wakil rakyat. Kekuatan dan suara lantang rakyatlah yang harus membunyikan tuntutan keadilan tersebut.
Situasi lingkungan hidup yang sarat konflik di tahun politik 2024, menunjukkan kita masih berada di situasi genting. Konflik ekologis di Riau terjadi hampir di semua sektor—kehutanan, perkebunan, pesisir, laut, pulau kecil, dan perkotaan. Karenanya, tidak cukup menitipkan pesan tuntutan keadilan ekologis hanya kepada Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih. Bupati/Walikota di dua belas kabupaten dan kota di Riau juga harus dipaksa untuk mengusung pesan tersebut dalam rencana prioritasnya.
Di tataran nasional, berbagai kebijakan kontroversial ala rezim baru, seperti akselerasi luas perkebunan kelapa sawit dan rencana pembukaan 20 juta hektar hutan tentu juga akan berpengaruh terhadap Riau. Memperparah situasi lingkungan hidup dan hutan Riau. Tak terkecuali Kepulauan Riau yang tengah dikepung macam-macam PSN. Setidaknya ada enam PSN yang siap mengubah bentang alam kepulauan Riau serta mempersempit ruang hidup rakyat demi keberlanjutan investasi. Sebuah harga yang tak sebanding dengan derita yang hadir.
Akhir kata, kami berharap Tinjauan Lingkungan Hidup ini dapat menjadi seruan untuk lahirnya tindakan nyata dalam memutus konflik ekologis, demi masa depan yang lebih baik untuk generasi berikutnya. Bukan hanya bagi manusia, tapi entitas ekologis lainnya.
Perkuat Solidaritas, Perluas Konsolidasi!
Salam Adil dan Lestari!