Pekanbaru, 29 Maret 2025 – WALHI Riau kembali menaja Diskusi Ramadhan (KURMA), diskusi reguler yang diselenggarakan WALHI Riau setiap bulan Ramadhan. Diskusi yang bertajuk “Perempuan dalam Ketidakadilan: Kekerasan, Stigma, dan Sistem yang Timpang” sekaligus meperingati hari International Women’s Day (IWD) yang dirayakan setiap 8 Maret (13/03/2024).  

Diskusi kali ini dipandu oleh moderator Mahendra bersama dua pemateri yaitu Dina Reski Putri (WALHI Riau) yang akan membedah buku berjudul Re: dan peRempuan karya Maman Suherman, bercerita tentang ketidakadilan gender dan patriarki yang sistemik. Serta Andriyeni  (Solidaritas Perempuan) membahas soal ketimpangan sumber daya alam yang berkontribusi terhadap kekerasan terhadap perempuan.  

Berikut ringkasan pemaparan masing-masing narasumber dapat disimak pada bagian di bawah: 

  1. Dina Reski Putri (WALHI Riau) 

Dari buku Re: dan perempuan, Dina bercerita awal mula Maman Suherman sebagai penulis melakukan penelitian untuk menyelesaikan studi kriminologi di Universitas Indonesia pada tahun 1989 s/d 1990. Dalam penelitiannya Maman tertarik mendalami cerita seorang perempuan bernama Re yang harus menjalani kehidupan sebagai pekerja seks komersial (PSK) lesbian yang menjadi objek penelitiannya. 

Dalam prosesnya, Maman terjun menjadi sopir seorang pekerja seks bernama Rere atau dalam bukunya disebut Re, Maman mengikuti perjalanan Re masuk mendalami lika-liku dan gelapnya dunia malam. Re berasal dari latar belakang kehidupan keluarga yang berantakan, Ia terpaksa melarikan diri usai mendapatkan pelecehan seksual dari keluarga dekatnya, dan dipaksa untuk menggugurkan janin yang tengah ia kandung.  

Karena tidak ingin menggugurkan kandungannya tersebut, Re pergi meninggalkan rumah dari kampung halaman mengadu nasib ke Ibukota. Ia kabur dari keluarga dan menghindari stigma buruk dari masyarakat. Dalam pencarian, Re bertemu dengan Mami Lani, mucikari kelas kakap. Ia membantu Re memenuhi kebutuhan makan, minum, penginapan, hingga biaya melahirkan, dan lainnya. Namun bantuan tersebut bukan cuma-cuma, Re dijebak oleh Mami Lani dipaksa menjadi pekerja seks. Re tidak bisa menolaknya sebab tidak hanya nyawanya yang terancam, juga anaknya. 

Buku ini juga menjelaskan bagaimana ketidakadilan sosial menimpa Re dan pekerja seks lainnya sebagai praktek perbudakan modern serta kekerasan. Re dan teman-temannya mendapat tindak kekerasan hingga pembunuhan, kejadian ini dibiarkan dan tidak pernah diproses. Dina juga menjelaskan ada praktik eksploitasi yang dibiarkan tumbuh dan bekerja sama dengan oknum penegak hukum. 

Buku setebal tiga ratus tiga puluh halaman ini menitipkan pesan kepada pembaca bahwa Pekerja seks komersial (PSK) juga manusia yang harus diperhatikan dan dimanusiakan. Selain itu pembaca harus menghargai dan menghormati posisi perempuan. 

Di akhir paparannya, Dina mengutip pesan dari salah satu percakapan Re “Aku tidak mau mengotori tubuh anakku dengan keringat pelacurku.” Menurut Re, ia harus menanggung beban sosial dari stigma buruk atas dirinya sebagai pekerja seks, oleh karena itu ia tidak ingin hal yang sama menimpa anaknya kelak. 

  1. Andriyeni (Solidaritas Perempuan) 

Andriyeni membahas tentang bagaimana ketimpangan sumber daya alam berpengaruh terhadap kekerasan terhadap perempuan. Ia memulainya dengan menjelaskan ketidakadilan terhadap perempuan dari sudut pandang stigma dan sistem yang timpang, karena ada potensi ketidakadilan gender dalam industri ekstraktif dan akses terhadap sumber daya alam.  

Andriyeni juga menginggung tentang buku Re. Menurutnya buku ini adalah salah satu contoh bagaimana struktur sosial bahkan negara memberikan label buruk terhadap perempuan dan menjadikan perempuan sebagai kelas kedua. Re merupakan contoh dari kebijakan dan praktik buruk negara mengakibatkan upaya pemiskinan terhadap perempuan semakin masih terjadi di Indonesia.  

Dalam paparannya, Andriyeni menjelaskan dampak buruk industri ekstraktif bagi perempuan di antaranya (1) perampasan ruang hidup; (2) pencemaran lingkungan dan krisis air; (3) meningkatnya beban kerja; (4) eksploitasi tenaga kerja; dan (5) meningkatnya kekerasan terhadap perempuan. Dampak buruk ini diperparah dengan tidak adanya pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan atas kebijakan yang mempengaruhi keberlangsungan hidup mereka. Peran penting perempuan juga diabaikan Pemerintah, padahal kehidupan perempuan sangat kuat dengan pelestarian lingkungan hidup baik dalam konteks lahan, hutan, dan pesisir. Meskipun terkadang ada pelibatan kelompok perempuan, namun hanya sekedar administratif bukan pelibatan bermakna untuk mengakomodir kebutuhan perempuan.  

Di akhir paparannya, Andriyeni memberikan masukan kepada seluruh peserta diskusi dalam menghadapi situasi ketimpangan hukum dan mewujudkan keadilan gender. Terlebih situasi ini diciptakan oleh negara untuk kepentingan sekelompok orang yang menempatkan kita, khususnya kelompok perempuan sebagai korban.   

“Pendidikan kritis adalah salah satu upaya  yang dapat kita lakukan saat ini. Hal ini bertujuan agar kita memahami bagaimana kondisi saat ini diciptakan oleh aktor baik negara maupun non-negara yang membuat kita semakin dihimpit oleh pemiskinan,” tutup Andriyeni.  

Diskusi lengkap bisa dilihat di Youtube WALHI Riau pada tautan berikut: 

Narahubung:  

WALHI Riau (082288245828)  

What's your reaction?
0Cool0Upset0Love0Lol

Add Comment

to top