Pekanbaru, 29 Oktober 2018 – Bertempat di Polda Riau, massa dari WALHI Riau dan mahasiswa menggelar aksi damai menagih tindak lanjut atas pelaporan kasus dugaan kebakaran hutan dan lahan PT Sumatera Riang Lestari (SRL), PT Teguh Karsa Wana Lestari (TKWL) dan PT Nasional Sagu Prima (NSP). Dorongan penegakan hukum atas laporan ini sejalan dengan temuan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang menyebutkan bahwa setidaknya terdapat lebih dari 2.200 ha kebakaran sepanjang Januari-Juli 2018.
Dalam catatan WALHI Riau kebakaran terjadi di Kabupaten Siak dan Kabupaten Kepulauan Meranti. Kebakaran tersebut seluruhnya berada di areal korporasi, Blok V Estate Rangsang PT SRL. Perusahaan yang bergerak di sektor hutan tanaman industri tersebut memiliki sejaran panjang terkait perjalanan kebakaran hutan dan lahan, salah satunya adalah perusahaan yang mendapat “golden ticket“ berupa SP3 dari POLDA Riau yang pada akhirnya mengenyampingkan tanggungjawab atas kebakaran yang terjadi di areal konsesinya. Selanjutnya, PT SRL juga pernah diproses secara hukum oleh Polres Indragiri Hilir pada tahun 2015 dengan kejahatan yang sama yaitu kebakaran hutan dan lahan dengan nomor LP/105/IX/2015/Riau/ResInhil pada 19 September 2015 yang lalu dengan luasan terbakar sekitar 100 ha yang berlokasi di desa Harapan Jaya Kecamatan Tempuling Kabupaten Indragiri Hilir. Sayangnya proses dan tindak lanjut kasusnya justru tidak mempunyai kejelasan sampai sekarang.
Kasubdit IV Reskrimsus Polda Riau yang ditemui saat aksi dilangsungkan mengatakan bahwa laporan yang dilaporkan sedang dalam proses penyelidikan, “Reskrimsus dalam hal ini mengawal proses penyelidikan yang sudah dilaksanakan di Polres Siak dan Meranti. Sebab kami tidak mungkin memproses secara hukum satu objek perkara yang sama,” ujarnya di depan para peserta aksi.
Koordinator aksi, Ali Mahmuda menyanggah pernyataan Reskrimsus Polda Riau ia menekankan bahwa proses yang sedang berjalan tersebut individu adalah terduga pelaku kebakaran hutan dan lahan, sedangkan yang dilaporkan WALHI Riau, perusahaan adalah sebagai terlapor, “Dorongan tindak lanjut proses di Polda Riau ini berbeda. Reskrimsus harusnya lebih paham bahwa salah satu dari perusahaan yang dilaporkan yakni PT. Sumatera Riang Lestari pelaku yang diduga melakukan pembakaran sedang menjadi DPO sampai sekarang, maka tidak beralasan Polda Riau, dalam hal ini Reskrimsus tidak menindaklanjuti” ujar Ali.
Senyatanya, baik Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Perkebunan hingga Peraturan Menteri tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan menyebutkan secara eksplisit bahwa perusahaan memiliki tanggungjawab terhadap areal konsesinya. Bahkan dalam Pasal 51 ayat (2) Permen 32/ 2016, dijabarkan tentang sarana dan prasarana (sarpras) yang sekurang-kurangnya mencakup sarpras pencegahan, pemadaman dan sarpras lainnya. Ketentuan sarpras ini selanjutnya dijabarkan lebih rinci, misalnya peringatan dini kebakaran hutan dan lahan dan deteksi dini kebakaran hutan.
“dengan adanya pertanggungjawaban mutlak dan indikator yang ada dalam Permen tersebut, dapat diukur sejauh mana ketaatan perusahaan dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan” ujar Ali.
Ali juga menerangkan bahwa penegakan hukum terhadap PT. National Sagu Prima dikaburkan dengan asumsi yang dibangun bahwa kebakaran yang terjadi di areal konsesi merupakan lahan yang dikuasai oleh masyarakat, bukan lahan yang diolah oleh PT. NSP. Hal ini tentu mengenyampingkan kewajiban menjaga adalah kewajiban mutlak bagi pemegang izin konsesi.
******
Narahubung:
Ali Mahmuda 085376759596
Devi Indriani 082285356253