Catatan Diskusi
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau

Pekanbaru, 8 Juni 2023­— Di momen Bulan Puasa pada tanggal 29 Maret Tahun 2023, WALHI Riau menyelenggarakan Diskusi Ramadhan (KURMA) pertama dengan mengusung tema “Membaca Gerakan Sosial”. Diskusi ini membahas tentang buku karya Antonio Gramsci berjudul “ Gerakan Sosial dari Kacamata Antonio Gramsci” dan J. Mardimin berjudul “Saatnya Melawan Membaca dan Memaknai Gerakan Sosial”. Ada dua narasumber yang memaparkan diskusi buku kali ini. Narasumber pertama, Ahlul Fadli, memaparkan buku Gramsci, sementara buku kedua dibawakan oleh Rezki Andika.

Diskusi yang dilaksanakan di Rumah Gerakan Rakyat (WALHI Riau) ini dipandu oleh Dina Reski dan dihadiri oleh para pengurus lembaga anggota WALHI Riau, jaringan, masyarakat secara umum, mahasiswa, serta aktivis lingkungan. Ringkasan paparan masing-masing narasumber dapat disimak pada bagian di bawah:

  1. Ahlul Fadli Gerakan Sosial dari Kacamata Antonio Gramsci”

Dalam paparan membaca gerakan sosial dari kacamata Antonio Gramsci, Ahlul meringkasnya menjadi dua poin, yaitu: Gramsci dan keluarganya dan pemikiran politik Gramsci. Berikut uraiannya.

Pertama, tentang Gramsci dan keluarganya. Gramsci lahir di sebuah wilayah Kota Sandrina pada tahun 1891 dari lingkungan keluarga yang sederhana. Ayah Gramsci bercita-cita menjadi pengacara, namun akhirnya ia bekerja sebagai panitera di Ghiralza karena ikut perintah orang tua. Sementara itu, ibunya berasal dari keluarga seorang inspektur pajak dan beruntung ibunya bisa baca tulis. Gramsci beruntung punya ibu yang saat itu mempunyai kemampuan aksara yang bagus. Di zaman itu kemampuan aksara terutama dari kelompok perempuan membaca dan belajar itu sangat rendah.

Beralih ke Tahun 1897 ayah Gramsci diskors karena dianggap sebagai ancaman karena telah kritis terhadap lingkungan kerjanya. Pada tahun setelahnya, Tahun 1900 ayahnya di penjara 6 tahun dengan alasan korupsi. Namun, pada buku ini dijelaskan itu merupakan pengendalian isu agar ayahnya tidak bisa bersuara dan lebih kritis di lingkungan tempatnya bekerja.

Pada buku ini juga dijelaskan Gramsci sekolah pada Tahun 1898 di Ghiralza dan hanya sampai 2 tahun. Hal ini dikarenakan Gramsci harus bekerja dan menyambung hidup untuk keluarganya karena tidak ada saudara yang bisa membantu. Gramsci memiliki penyakit tulang punggung, namun pada masa itu tindakan medis yang bisa membantu belum maksimal sehingga pada akhirnya di umur 48 tahun Gramsci meninggal.

Kedua, tentang pemikiran politik Gramsci. Gramsci diperkenalkan dunia politik oleh kakaknya sendiri yang bernama Gennaro yang merupakan seorang sosialis. Pada zaman itu, brosur diperkenalkan sebagai media bahan bacaan. Melalui brosur inilah beberapa sudut pandang atau ideologi mulai disebarkan, salah satunya pemikiran sosialis yang dibawa oleh kakaknya Gramsci. Gramsci  memahami langsung dan merasakan langsung ketika terjadi gerakan kelas pekerja di Kota Turin dan mulai memahami persoalan petani yang kompleks.

Menyambung dari hal tersebut, Gramsci mulai melakukan perlawanan melalui tulisannya tentang penentangan terhadap kolonialisme dan imperialisme saat itu di Turin. Hal ini  menjadi salah satu puncak awal bergabungnya kelas-kelas pekerja. Pembentukan ini diberi nama  dewan pekerja yang menciptakan suatu kondisi dan mendorong terjadinya perlawanan dari kelompok yang digagas oleh kaum borjuis.

Kekuasaan pada masa itu memiliki cara untuk mempengaruhi kelompok kelas pekerja dengan mempengaruhi melalui konten kebudayaan yang masuk ke lingkungan pemikiran kelas pekerjaan. Gramsci mulai melakukan perlawanan melalui tulisannya tentang penentangan terhadap kolonialisme dan imperealisme yaitu kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada petani, misalnya dengan menaikkan harga pupuk dalam negeri.

Di akhir, Ahlul menyampaikan apa yang dituliskan Gramsci saat itu masih relevan hingga saat ini, hal ini dapat dilihat bagaimana dominasi penguasa mempengaruhi kelas-kelas pekerja. Maka dari itu sangat perlu untuk membangun kembali kesadaran bagi kaum-kaum tersebut agar penindasan yang berkepanjangan tidak dirasakan oleh masyarakat khususnya lingkungan di Riau.

Sebagai penutup Ahlul menyampaikan salah satu kutipan yang menurutnya dapat dijadikan sebagai contoh bagaimana membentuk idealisme yang kokoh. Hal ini dituliskan oleh Gramsci yang dikutip dari perkataan Feuerbach tentang idealisme “manusia adalah apa yang ia makan”. Makan dalam hal ini bukan hanya makanan, namun juga buku yang dibaca, dan lingkungan yang membentuk pandangan dan pemikiran.

  1. Rezki Andika Saatnya Melawan Membaca dan Memaknai Gerakan Sosial

Sebagai pengantar, Rezki membahas gerakan sosial dan memahami apa saja konsep dari gerakan sosial. Berdasarkan buku “Saatnya Melawan Membaca dan Memaknai Gerakan Sosial”, konsep gerakan sosial terbentuk atas empat poin. Pertama, respon aksi atau reaksi dari sebuah ketidakadilan yang dialami oleh seorang individu atau kelompok yang merasakan penindasan atau bahkan merasakan kemiskinan baik itu secara materil, pengetahuan, dan kebudayaan.

Kedua, bentuk-bentuk dari gerakan sosial meliputi, protes, demonstrasi, pawai, boikot, dan bahkan pendudukan merupakan gerakan yang menjatuhkan rezim pada saat itu. Ketiga, gerakan sosial pasti membahas tentang isu-isu sosial dengan tujuan kepentingan bersama atau kepentingan kolektif dan bersifat politis. Keempat, gerakan sosial bertujuan untuk melakukan sebuah perubahan sistem sosial yang terdiri dari nilai, sikap, dan pola tingkah laku masyarakat.

Selain membahas tentang konsep gerakan sosial, Rezki juga memaparkan bagaimana perkembangan gerakan sosial. Menurut sejarah, perkembangan gerakan sosial telah ada sejak awal peradaban hingga awal abad ke-19. Ilmu sosial didominasi oleh kaum positivisme yang menganggap gerakan sosial akan mengganggu jalannya sistem yang ada. Hal ini disebabkan karena gerakan sosial menganut perubahan secara radikal.

Dalam buku ini juga dijelaskan terdapat 8 teori gerakan yaitu: pertama, psikologi sosial dan fungsionalisme yang menjelaskan bahwa sistem sosial memiliki input dan output yang akan mengatur keseimbangan sistem tersebut. Kedua,  teori mobilitas sumber daya, teori ini muncul atas kritik tentang teori fungsionalisme yang berarti gerakan sosial itu adalah wujud dari tindakan kolektif yang harus terorganisir dan dilakukan oleh organisasi atau kelompok-kelompok sosial.

Ketiga, teori kesempatan politik, menurut teori ini kesempatan yang dilahirkan oleh sistem sosial atau sistem politik harus diambil melalui gerakan-gerakan sosial. Keempat, teori ketidakpuasan, keluhan, dan  ketidakmampuan serta penyesuaian diri, hal ini dikarenakan masyarakat merasa tidak sesuai dengan kondisi kehidupan untuk memiliki kemampuan yang tidak cukup dalam menjalani kehidupan.

Kelima, teori rasional menjelaskan jika menjalankan suatu gerakan sosial maka harus memiliki pengetahuan untuk menganalisis manajemen dalam bentuk SWOT. Keenam, repertoire of contention, yang menjelaskan bagaimana mengatur strategi untuk menyampaikan atau menyebarluaskan suatu isu yang sedang digerakkan untuk mencari simpatisan dalam gerakan sosial.

Ketujuh, teori framing menjelaskan bagaimana membingkai suatu isu sehingga menjadikan isu tersebut isu bersama dan tentunya akan memudahkan dalam melakukan gerakan sosial tersebut. Kedelapan, teori patron klien menjelaskan tentang bagaimana kalangan kelas sosial yang di atas harusnya melindungi hak-hak dari masyarakat dengan kelas sosial di bawahnya.

Rezki juga memaparkan bagaimana perkembangan gerakan sosial di Indonesia. Menurutnya, gerakan tersebut terdiri dari tiga periode yaitu: pertama, masa kolonial atau prakemerdekaan, kedua pasca kemerdekaan yang terdiri dari orde lama orde baru, dan terakhir pasca reformasi.

Rezki mengatakan gerakan sosial lahir di Indonesia bermula ketika terjadi protes buruh terhadap pemerintah kolonial.  Hal ini disebabkan karena buruh merasa tidak mendapatkan upah yang layak atau bahkan tidak mendapatkan upah sama sekali. Hal ini yang menjadi penyebab gerakan sosial muncul di Indonesia yang tercatat dalam buku sejarah.

Rezki juga menyampaikan beberapa contoh mengenai gerakan sosial yaitu, gerakan perempuan, dan gerakan lingkungan hidup. Dalam catatan sejarah Indonesia, gerakan perempuan dimulai sejak eranya Kartini. Hal ini bermula ketika Kartini berumur 12 tahun dan akan dinikahkan. Pada Zaman itu, gadis jawa yang akan dinikahkan harus dipingit atau dikurung sampai waktu pernikahannya tiba. Sejak itu, Kartini mulai merasakan ketidakadilannya, ia mulai menulis surat-surat dan mengirimkan kepada sahabat-sahabatnya sebagai bentuk protes kala itu. Hal ini menjadi salah satu contoh bahwasannya gerakan sosial dilakukan oleh individu ataupun kelompok yang merasakan ketidakadilan yang dirasakan Kartini dan perempuan pada masa itu.

Selain gerakan perempuan, gerakan lingkungan hidup dimulai ketika Era Orde Baru yang mana kala itu slogan pemerintahan adalah pembangunan, namun pembangunan tersebut tidak berdasarkan atas keadilan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh pemerintah pada zaman itu terus-menerus melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam sehingga menyebabkan kerusakan yang terjadi di bumi Indonesia.

Namun, pada pasca reformasi terdapat kebijakan dari pemerintah yaitu otonomi daerah yang menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan di Indonesia semakin parah. Kebijakan ini yang menjadikan korupsi dan nepotisme dan terjadinya pemupukan kelapa sawit secara besar-besaran, pengeluaran hak pengelolaan hutan yang mudah sehingga terjadi eksploitasi secara besar-besaran terhadap hutan di Indonesia.

Di akhir diskusi, Dina selaku moderator membuka sesi tanya jawab.  Sesi tanya jawab diikuti peserta yang hadir dari berbagai komunitas. Beberapa peserta yang merespon diskusi ini terdiri dari Mapala Brimapala Sungkai, LBH Pekanbaru, Perkumpulan Elang dan aktivis perempuan, dan masyarakat umum.

Diskusi lengkapnya dapat disimak melalui link YouTube WALHI Riau berikut ini https://www.youtube.com/live/2avCnneL0DE?feature=share

What's your reaction?
0Cool0Upset0Love0Lol

Add Comment

to top