Catatan Diskusi
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau

Pekanbaru, 21 April 2025 – WALHI Riau menyelenggarakan Diskusi Ramadhan (KURMA) dengan mengusung tema “Hentikan Penggunaan Batubara, Dukung Transisi Energi Berkeadilan” pada 18 Maret 2025. Diskusi ini dipandu oleh Sri Depi Surya Azizah, bersama tiga narasumber, Ahlul Fadli, Manager Kampanye dan Pengarusutamaan Keadilan Iklim, Tarmizi, Koordinator Fitra Riau, dan Iroy Mahyuni, Perempuan Desa Batu Ampar.

Bertempat di Rumah Gerakan Rakyat (WALHI Riau), diskusi ini dihadiri para pengurus lembaga anggota WALHI Riau, mahasiswa, komunitas dan masyarakat secara umum. Berikut ringkasan paparan masing-masing narasumber:

  1. Ahlul Fadli, Manager Kampanye dan Pengarusutamaan Keadilan Iklim
    Ia menjelaskan Indonesia sudah memiliki komitmen awal dalam komitmen enurunan emisi salah satunya kebijakan transisi energi sejak perjanjian Paris Agreement, komitmen ini telah di ratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016. Selain Paris Agreement, pemerintah di berbagai forum resmi seperti COP, NDC, dan di KTT G20 Presiden Prabowo berjanji untuk mengurangi izin eksplorasi batubara dalam 15 tahun ke depan dan beralih ke energi terbarukan. “Dari laporan terbaru dari IPCC menunjukkan bahwa target tersebut semakin sulit dicapai karena ambisi negara-negara berkembang dan maju dalam mengeksplorasi energi fosil masih tinggi,” kata Ahlul Fadli. Pada level pemerintah daerah, Provinsi Riau dalam dokumen Rencana Umum Energi Daerah (RUED) menargetkan pengurangan emisi sebesar 31% pada 2025 dan 46% pada 2050. Merujuk laporan kinerja pemerintah daerah realisasi pengurangan emisi masih jauh dari target. Dalam rentang 2010-2019, pengurangan emisi di Riau hanya mencapai 0,1 juta ton CO2 dengan mitigasi yang sangat minim. Ketergantungan pada energi fosil terutama batubara masih tinggi, realitas di lapangan menunjukkan eksplorasi dan pemberian izin tambang masih terjadi, seperti eksplorasi batubara di Desa Batu Ampar, Kabupaten Indragiri Hilir, penggunaan energi batubara PLTU Tenayan Raya, Kota Pekanbaru. Selain itu belum ada rencana pesiun dini PLTU Koto Ringin Kabupaten Siak untuk mengurangi konsumsi batubara dan emisi karbon, serta mendukung transisi energi yang berkeadilan.
  2. Tarmizi, Koordinator Fitra Riau
    Tarmizi menyoroti target bauran energi Provinsi Riau yakni sebesar 31% pada tahun 2025. Tarmizi beranggapan bahwa target ini terlalu lemah karena dengan program biasa saja itu bisa tercapai. Sementara itu, target tahun 2050 sebesar 46,6% membutuhkan bantuan dari pihak luar. Masyarakat telah mulai memanfaatkan biogas, kompos, dan bahan bakar dari limbah sebagai kontribusi terhadap energi terbarukan. Sayangnya, pemerintah daerah hanya berfokus pada indikator kinerja utama tanpa mempertimbangkan inisiatif masyarakat dan pihak lain. Indonesia memiliki kerangka regulasi yang kuat dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT), termasuk UU No. 30 Tahun 2007. Kebijakan pembangunan rendah karbon (PPRK) telah diluncurkan sejak 2020-2022 dengan Riau sebagai pilot project pada 2021. PPRK bertujuan untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia serta mendorong pertanian berkelanjutan. Namun ketergantungan Indonesia pada batu bara masih tinggi karena biaya yang murah dan ketersediaannya yang melimpah, sementara energi baru terbarukan dianggap mahal sehingga bauran energinya rendah. Riau menghadapi dua kerugian utama, yaitu penggunaan energi kotor (fosil) dan ketidakmerataan akses listrik. Rasio elektrifikasi belum mencapai 100%, dengan masih banyak desa yang belum teraliri listrik. Tarmizi menyampaikan bahwa Riau memiliki potensi besar dalam energi terbarukan tetapi masih menghadapi banyak tantangan dalam pemanfaatannya. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan anggaran dan program untuk mendukung bauran energi. Regulasi dan kebijakan insentif-disinsentif harus diterapkan lebih ketat agar perusahaan berkontribusi dalam pengelolaan energi berkelanjutan. “Kerja sama berbagai pihak, termasuk pemerintah, NGO, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk mencapai target energi terbarukan yang lebih ambisius. Selain itu, investasi dalam riset dan pengembangan teknologi energi terbarukan harus ditingkatkan,” kata Tarmizi.
  3. Iroy, Perempuan Desa Batu Ampar, Inhil
    Iroy menjelaskan aktivitas blasting menggunakan peledak yang dilakukan oleh PT Bara Prima Pratama (BPP) di Desa Batu Ampar, telah merusak bangunan rumah, terjadinya pencemaran lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat. Aktivitas PT BPP telah meresahkan dan memancing kemarahan masyarakat, perlawanan dilakukan oleh kaum perempuan dengan melakukan aksi depan kantor BPP dan turun ke lokasi tambang untuk menghentikan aktivitas alat berat. Dalam proses penolakan, tak jarang kelompok perempuan juga mendapatkan intimidasi hingga kriminalisasi. Namun hal itu tidak membuat mereka mundur, bagi mereka dampak terhadap lingkungan dan kesehatan tidak bisa diabaikan. “Kami tidak takut! Ini tanah kami, ini rumah kami! Kami akan terus berjuang agar anak-cucu kami bisa hidup dengan layak,” ujar Iroy.Iroy juga menyebutkan rezim baru yang ada saat ini justru menciptakan tantangan dan ketimpangan bagi Desa Batu Ampar. Terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden, warga Batu Ampar menghadapi dilema. Kebijakan yang cenderung pro-industri dan pro-investasi mengisyaratkan bahwa perjuangan akan semakin berat. Pemerintah baru kemungkinan besar akan memberikan lebih banyak ruang bagi perusahaan tambang untuk beroperasi, sementara suara masyarakat kecil semakin terpinggirkan. Namun, warga Batu Ampar tidak menyerah begitu saja. Mereka mulai membangun jaringan dengan organisasi lingkungan, menggalang dukungan dari masyarakat luas, dan menggunakan berbagai strategi advokasi untuk memastikan bahwa suara mereka tetap terdengar. Salah satu strategi yang akan dilakukan adalah memperkuat basis hukum dan memperjuangkan hak mereka melalui jalur legal serta memperluas kampanye kesadaran masyarakat. Perjuangan warga Batu Ampar bukan hanya tentang menolak tambang, tetapi juga tentang mempertahankan kedaulatan rakyat atas tanah dan sumber daya alam mereka. Mereka berharap bahwa melalui solidaritas dan kerja kolektif, mereka bisa menekan kebijakan yang merugikan serta menginspirasi komunitas lain untuk melakukan perlawanan serupa.

Diskusi selengkapnya dapat dilihat disini Youtube

What's your reaction?
0Cool0Upset0Love0Lol

Add Comment

to top